SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin menolak adanya permintaan berbagai upaya menghentikan kegiatan Car Free Day (CFD) menyusul terjadinya persekusi terhadap seorang ibu dan anak di bundaran Hotel Indonesia, Minggu (29/4/2018) lalu. CFD merupakan kegiatan bagi warga Jakarta untuk menikmati olahraga di tengah hiruk pikuk ibukota yang penuh kemacetan.
“Bodoh sekali, jika cfd dibubarkan. Justru mestinya CFD diperluas wilayahnya, agar warga ibukota bisa menjangkau wilayah CFD terdekat dengan rumahnya. Saat ini sebaiknya cooling down hadapi dengan tenang dan damai, “ kata Mahyudin usai mengisi sosialisasi Empat Pilar MPR bagi anggota Muslimat Nahdlatul Ulama, di Gedung Serbaguna DPR Kalibata, Kamis (3/5/2018).
Namun Mahyudin sepakat dalam kegiatan CFD dilarang menjadi ajang kampanye politik, dan menggunakan isu-isu SARA (suku, agama dan ras). Apalagi hingga timbul adanya kegiatan persekusi dan viral di media sosial.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang, Mahyudin menyarankan agar dilakukan penertiban apabila ada warga yang menggunakan atribut-atribut berbau kampanye dan SARA dan mengamankan jika ada penyusup.
“Itu tugas Satpol untuk mengantisipasi adanya penyusup untuk jadikan CFD sebagai ajang kampanye. Satpol harus tegas, urus gepeng (gelandangan dan pengemis-red) di jalan aja bisa, masak urus kaos kampanye seperti ini saja tidak bisa, “ katanya.
Mahyudin mengimbau di tahun politik ini, masyarakat untuk menghentikan kegiatan yang bersifat persekusi, mendeskreditkan atau berusaha untuk menjelekkan setiap calon presiden yang akan bertarung di Pilpres 2019 mendatang. “Mari kita menjual ide dan gagasan guna membangun Indonesia lebih baik dimasa mendatang. Kita harus mengedepankan adu program adu ide dan adu gagasan, bukan adu hoax, adu fitnah dan lainnya, “ ujar mantan Bupati Kutai Timur itu.
Wakil rakyat dapil Kaltim ini berharap capres dan mendukungnya di tahun politik tidak lagi melakukan kampanye dengan isu agama, karena berpotensi besar menimbulkan gesekan bagi penganut agama lainnya yang bisa memicu perpecahan. Mahyudin menyadari sebagai umat Islam, wajar menginginkan pemimpin seorang beragama Islam juga.
“Tentu kita menginginkan pemimpin yang Islam, tapi tak perlu disampaikan dalam kampanye, cukup disimpan di dalam hati,” kata Mahyudin.(Bams/EK)