SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Upaya pemerataan informasi di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) masih menghadapi kendala serius terkait minimnya infrastruktur. Hal ini disampaikan oleh Anggota DPR RI, Yan Permenas Mandenas, dalam diskusi “Dialektika Demokrasi” bertema “Upaya Pemerataan Informasi Hingga Daerah Tertinggal Terluar Terpencil” yang berlangsung di Ruang PPIP Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Yan Mandenas, politisi dari Papua Tengah, menekankan pentingnya pembangunan dan dukungan infrastruktur yang memadai untuk mengatasi berbagai kendala dalam pemerataan informasi di wilayah 3T. “Memang tidak semua daerah-daerah 3T itu sudah tersedia infrastruktur untuk mendukung digitalisasi penyiaran kita. Sehingga harapan saya ke depan, pemerintah perlu melakukan pemetaan ulang penyebaran infrastruktur digital kita untuk mendukung digitalisasi penyiaran secara nasional,” ujarnya.
Pentingnya Pemetaan Ulang Infrastruktur
Putra asli Papua ini menyarankan agar pemerintah melakukan mapping kembali terkait kondisi di daerah-daerah 3T yang infrastrukturnya belum tersedia dengan baik atau belum 100% on air. Pemetaan ulang ini penting untuk program pengembangan digitalisasi di tanah air. “Kita harusnya tahap pertama mungkin bisa diberlakukan di beberapa kota-kota besar. Setelah itu, tahap kedua kita masuk ke kota-kota kecil. Kita mengikuti regulasi,” tambah anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Tahapan Pengembangan Digitalisasi hingga 2045
Pemerintah telah merencanakan tiga fase pengembangan program digitalisasi hingga tahun 2045:
- Fase Prepare: Dimulai dengan perbaikan pondasi digital dasar guna memastikan masyarakat siap bertransformasi.
- Fase Transformasi: Upaya percepatan transformasi guna menciptakan masyarakat dan bisnis yang cerdas.
- Fase Lead: Menetapkan standar dalam teknologi inovasi di masa mendatang.
Perkembangan Migrasi Siaran TV Analog ke Digital
Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, Geryantika Kurnia, menjelaskan bahwa pengembangan transformasi digital ditandai dengan peralihan siaran televisi dari analog ke digital. Migrasi ini telah berlangsung selama satu tahun sejak dimulai pada 12 Agustus 2023.
Selama satu tahun tersebut, jumlah kabupaten/kota yang terakses penyiaran digital sebanyak 112 dari 341 kabupaten/kota yang menjadi wilayah implementasi Analog Switch Off (ASO), yang dibagi menjadi tiga tahapan. “Insya Allah mungkin dalam setahun atau dua tahun ke depan, semua bisa menerima siaran digital,” ungkap Geryantika.
Tantangan dalam Pemerataan Siaran Digital
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mohammad Reza, mengakui bahwa digitalisasi penyiaran merupakan salah satu instrumen negara yang mampu meratakan siaran hingga dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia. “Salah satu teknologi yang bisa meratakan siaran itu adalah digital, meski pekerjaan rumahnya masih banyak,” kata Reza.
Dari laporan yang diterimanya, masih banyak daerah yang belum menangkap siaran televisi maupun memiliki akses internet sebagai wahana menyampaikan informasi. Bahkan, sejumlah wilayah di Pulau Jawa masih belum dijangkau akses siaran digital dan internet. “Ada banyak daerah seperti Bandung wilayah timur, Bandung wilayah selatan, Bandung Barat wilayah selatan seperti Subang, Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Cianjur wilayah Selatan Sukabumi, kemudian Garut, Tasik, dan Kabupaten Ciamis,” sebut Reza.
Partisipasi Stakeholder Lainnya
Diskusi ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau, Hisyam Setiawan, dan Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia, Eris Munandar. Keduanya sepakat bahwa kolaborasi antara pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan pemerataan informasi di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak, diharapkan tantangan dalam pemerataan informasi, khususnya di wilayah 3T, dapat teratasi, sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat menikmati akses informasi yang merata dan berkualitas.
(Anton)