SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menyatakan bahwa pembelajaran sepanjang hayat atau lifelong learning dapat ditumbuhkan dan diwujudkan melalui Kurikulum Merdeka.
“Jadi pembelajaran di sekolah itu harus membuat anak bisa menikmati proses belajar, termasuk ketika mereka gagal dan salah, itu bisa dilakukan kalau kurikulumnya memberikan kesempatan, dan secara eksplisit di kurikulum merdeka itu yang mau kita kembangkan adalah penalaran, juga kemandirian belajar,” kata Anindito di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Ia menjelaskan, Kurikulum Merdeka tidak mewajibkan guru dan sekolah untuk menuntaskan materi di buku, karena yang terpenting bagi guru bukan materi dari buku yang habis diajarkan, tetapi memastikan anak-anak di kelas menikmati belajar.
“Guru mesti memastikan para siswa jadi semakin menikmati belajarnya atau enggak, semakin bisa bernalar atau enggak, dan semakin senang kerja sama atau enggak, itu yang diperhatikan dalam Kurikulum Merdeka. Jadi gurunya juga harus menikmati proses belajar terus-menerus,” katanya.
Ia menekankan bahwa pembelajaran sepanjang hayat hanya dapat ditumbuhkan jika anak-anak di sekolah menikmati proses belajar.
“Kalau belajar menjadi sesuatu yang menakutkan, bagaimana bisa menjadi lifelong learning?” katanya.
Guna mewujudkan hal tersebut, satuan pendidikan mesti mengimplementasikan dengan terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
“Implementasinya perlu interaksi dari berbagai faktor, dengan pemda, kepala sekolah, pekerjaan rumahnya masih banyak, yang penting arahnya sudah benar, kebijakan fundamental sudah benar, kualitas implementasi yang mesti kita tingkatkan,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan, Kurikulum Merdeka juga mengambil dari kurikulum 13 (K-13) dari segi semangat holistiknya.
“K-13 itu tujuannya ingin membentuk karakter secara utuh, dengan melengkapinya lagi. Di Kurikulum Merdeka ada deskripsi yang lebih rigid dengan apa yang kita sebut sebagai karakter profil pelajar Pancasila. Kurikukum Merdeka itu mengambil yang baik-baik dari kurikulum sebelumnya, tetapi yang buruk kita tinggalkan, K-13 itu terlalu banyak materinya,” katanya.
Pada Kurikulum Merdeka, lanjut dia, materi akademik dikurangi dan dialihkan untuk pengembangan karakter, melalui pembelajaran kontekstual yang merespons permasalahan sehari-hari di sekitar sekolah.
“Jadi kita mengevaluasi dari kurikulum sebelumnya, dan hasilnya sudah mulai kelihatan signifikan di sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka,” kata Anindito. (ANT/Akhirudin).