SUARAINDONEWS.COM, Sukamiskin-Sebagai Advokat dan sebagai akademisi, dirinya Otto Cornelis Kaligis adalah praktisi yang mempraktekan Pra Peradilan berdasarkan KUHP, Undang Undang No 8 Tahun 1981. Dan KUHP dinyatakan sebagai karya agung. Menghapuskan dualisme hukum acara yang berlaku bagi golongan bangsa Eropa di era kolonial dengan Bumiputera.
Mengapa sebagai karya agung? Karena menetapkan Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan perlakuan persamaan didepan hukum bagi setiap pencari keadilan. Sehingga Indonesia bukanlah negara kekuasaan. Dimana KUHP yang berdasarkan Pancasila dan Konstitusi menganut azaz Presumption of Innocent, aza praduga tak bersalah. Bukan Presumption of Guilt.
Tetapi atas dasar azas kemanusiaan yang beradab. Istilah Penjara pun diganti dengan istilah Lembaga Permasyarakatan. Dengan kewajiban membina warga binaan untuk kembali hidup bermasyarakat sebagai manusia yang baik. Bukanlah HIR Hukum acara pidana Hindia Belanda untuk Indonesia yang mengedepankan Pemidanaan balas dendam, yang mengakibatkan efek jera.
Selanjutnya, Konstitusi mengatur Indonesia adalah Negara Hukum. Pasal 1 (3) Konstitusi dengan jelas mengatur hal tersebut. Artinya, setiap warga negara dijamin kedudukan persamaan didepan Hukum (legal protection) dan pelaksanaannya yang merata (ilegal enforcement).
KUHP tidak mengenal diskriminasi perlakuan. Ini sesuai dengan konvensi konvensi serta kovenan kovenan yang dilakui PBB dimana Indonesia juga sebagai salah satu anggotanya. Bahkan sumpah Presiden dan Wakil Presiden diatur di pasal 9 konstitusi yang mengharuskan Presiden dan Wakilnya mentaati Undang Undang.
Pasca pelaksanaan Undang Undang Tipikor, Undang Undang No 20 Tahun 2001, Undang Undang inipun memakai KUHP sebagai Hukum acaranya. Tetapi apakah azas praduga tak bersalah juga dilaksanakan oleh penegak keadilan? Apakah azas praduga tak bersalah juga dilaksanakan ICW atau oleh LSM (yang patut diduga keras selalu melindungi oknum oknum Korup KPK sebelum pimpinan Firli Bahuri dan kawan kawan) ?
Kenyataannya ICW patut diduga keras melakukan pembunuhan karakter terhadap Tersangka Korupsi mulai dari Penyelidikan sampai Putusan in kracht. Sebut saja, kasus Miranda Gultom, kasus Sofyan Basyir, kasus Johanes Kotjo, Jero Wacik, Surya Dharma Ali, serta banyak kasus lainnya. Termasuk dugaan membunuh karakter saudara warga binaan Comel yang telah lama meninggal dunia di Lapas Sukamiskin. Dimana Comel termasuk almarhum yang diduga dianggap tidak layak dibebaskan oleh versi ICW.
Bahkan seandainya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mendeponer kasus korupsi Bibit – Candra Hamzah, pasti publik mengetahui dari keterangan saksi dan ahli di pengadilan bahwa dalam perkara Korupsi itu, patut diduga keras betapa Korupnya oknun oknum KPK disaat itu.
Disisi lain, temuan pansus DPR terhadap KPK, juga menemukan KPK yang diduga sangat korup, penuh dengan kejahatan jabatan. Dimana hal ini yang tak pernah berani diungkap ICW berserta kroni kroninya. Ini sangat bertolak belakang dengan semboyan SBY pada waktu itu yakni ” Katakan Tidak Pada Korupsi”.
Begitu pula, dugaan oknum oknum KPK yang terlibat pidana selalu bebas dari pembunuhan karakter oleh oknum ICW, juga oleh oknum LSM Pendukung, serta juga oknum media media kroni. Mengapa ICW bungkam !? Karena konon sebelum Firli, patut diduga keras KPK dan donator asing adalah pemasok pundi pundi ICW, dan dana bantuan asing tersebut tidak pernah diaudit. Sehingga semakin menjadi tidak jelas apakah ICW Wajib Pajak, Bebas Pajak atau LSM Penggelap Pajak.
Catatan berikutnya, ketika tersangka pidana Bambang Widjojanto dibayar negara di DKI atau tersangka Candra Hamzah juga dibayar Negara sebagai Komut BTN, oknum ICW dan LSM Pendukung mengabaikan Fakta Fakta Hukum ini, dan mereka tidak melakukan pembunuhan karakter terhadap keduanya. Padahal kalau sampai perkara pidana mereka ke Pengadilan, pasti mereka pun telah dipenjara.
Begitu pun saat melihat di medsos gambaran Abraham Samad yang berada dalam selimut di ranjang bersamaan dengan NFL. Tentu, seandainya tersangka korupsi lainnya mengalami hal yang sama, pasti kemesraan sedemikian diberitakan secara nasional. Praktek praktek pembunuhan karakter dimulai dari penyelidikan sampai putusan pengadilan. Padahal Hukum acara Hindia Belanda mengatur bahwa untuk masalah masalah hubungan pribadi, sidangnya harus dilakukan secara tertutup, demi melindungi privacy perempuan yang bersangkutan, yang masih punya masa depan bila menikah.
Sayangnya oknum okhum ICW dan KPK mengabaikan hal tersebut. Bahkan pembunuhan karakter oleh oknum ICW masih terus dilakukan hingga ketika menjadi tahanan warga binaan, juga saat menghadapi masa masa sulit di Lapas. Dan penggiringan opini publik, agar publik ikut ikutan turut menghukum dan membunuh karakter kami, terpidana koruptor agar tidak diberikan kebebasan, oknum oknum ICW secara terus menerus melakukan kampanye dengan memberi kami label ” Koruptor Kakap”.
Berdasarkan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, setelah Putusan in kracht, upaya Hukum termasuk pembunuhan karakter harus sudah diberhentikan. Namun faktanya, para tersangka yang sudah divonis in kracht harus terus menerus divonis melalui pembunuhan karakter, tanpa selesai.
Begitupun, saat dunia ramai ramai membebaskan tahanan, kebijakan Pemerintah di negara yang bersangkutan diikuti oleh LSM LSM dan Rakyat pada umumnya. Sebabnya, kebijakan pemerintah ‘Dilakukan Atas Dasar Kemanusiaan’, tanpa perlu diperdebatkan.
Masihkah oknum oknum ICW dan LSM, yang ikut membunuh karakter kami, yang ikut terus menerus menghukum kami, sadar bahwa dasar Panca Sila adalah Kemanusiaan yang beradab, dan berperi kemanusiaan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa?
Sebagai warga binaan yang telah dicap sebagai “Koruptor Kakap” untuk uang THR sejumlah 5000 Dollar Singapura, yang dilakukan oleh Advokat kantor saya, dan sebagai orang beragama, hanya dapat mendoakan oknum oknum ICW dan LSM serta pendukung mereka di Medsos. Semoga keluarga anda selamat dari ancaman pandemik Corona. Semoga tidak ada keluarga anda yang mati karena Corona. Semoga tidak ada lagi yang melakukan ‘Pembunuhan Karakter’ paska Pandemi Corona ini, terhadap kami.
Demikian surat terbuka Otto Cornelis Kaligis, untuk diketahui masyarakat pecinta kebenaran, masyarakat yang berperi kemanusiaan. Surat terbuka untuk bapak Presiden Republik Indonesia yang saya hormati, Bapak Presiden Ir.Joko Widodo dan Wakil Presiden Bapak Ma’ruf Amin.
Surat terbuka yang juga saya alamatkan kepada Journalist pemerhati kebenaran dan kemanusiaan menghadapi tragedi dunia, tragedi wabah pandemik Corona dan kepada para Pimpinan KPK.
(Oleh Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Sukamiskin Bandung, Usia uzur 78 tahun, sudah 5 tahun dipenjara.