SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Nahkoda baru Lembaga Sensor Film, Rommy Fibri Hardiyanto, menegaskan Tayangan di TV harus disensor oleh lembaga yang berwenang sebagaimana yang ditetapkan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), yakni LSF. Jadi semua program tayangan TV dikirimkan ke LSF untuk disensor. Sedangkan kalau flatform-nya digital masih perlu dibicarakan siapa yang menyensor. Dan untuk ke depannya, LSF harus berkoordinasi secara intensif dengan Kominfo, segera perlu kita siapkan regulasinya.
Seperti diketahui, UU Perfilman hanya menyebutkan bahwa semua film yang akan dipertunjukkan di Indonesia harus mendapatkan lulus sensor dari LSF, tanpa ada turunannya. Sementara produi digital sudah sangat mengglobal oleh karenanya digital menjadi tantangan terbesar LSF.
Lelaki kelahiran Semarang, 14 Februari 1972 itu lebih lanjut menerangkan, selama empat tahun yang lalu, LSF belum sampai ke sana “Bagaimana menangani dunia digital yang isinya film, ke depan inilah jadi tantangannya, “ terang Alumnus Fakultas Kedokteran Gigi UGM (1991).
Menurut Rommy, kalau flatform-nya sudah jelas konvensional itu sudah clear buat LSF, seperti film bioskop, TV, CD. “Tapi kalau flatform-nya digital, LSF tidak bisa jalan sendirian, harus kerjasama dengan Kominfo dalam regulasinya, “ paparnya.
Sementara itu, untuk anggaran LSF sekitar 50 Milliar. Cukup tidak cukup tentu relatif, tapi harus kita optimalkan. Dimana ada kegiatan yang sifatnya full anggaran dari LSF, tapi ada juga kegiatan yang sifatnya berbentuk kerjasama, dimana LSF hanya parsial partisipasi, paparnya Rommy di Gedung Film Pesona Indonesia, Pancoran, Jakarta Selatan (11/5/2020).
Rommy Fibri Hardiyanto yang terpilih sebagai Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Periode 2020-2024, didampingi Ervan Ismail selaku Wakil Ketua LSF. Rommy bersama 16 anggota LSF lainnya telah dilantik oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Dalam menahkodai LSF, Rommy memiliki visi membangun LSF yang independen, akuntabel, kredibel, dan profesional, yang akan diwujudkan melalui penguatan aspek penyensoran dan optimalisasi lembaga. Disamping siap bersinergi bersama seluruh anggota LSF periode 2020-2024.
“Saya berharap masukan positif dari masyarakat dapat membangun LSF selama empat tahun mendatang, “ujar Rommy lagi.
Rommy pun telah memetakan berbagai permasalahan dalam LSF, mulai dari anggaran LSF yang harus diptimalkan, dunia digital yang menjadi tantangan terbesar LSF, serta tentunya dampak Pandemi Corona yang menyisakan banyak persoalan.
Terkait pandemi Corona, kata Rommy, secara otomatis LSF tidak banyak bekerja karena film-film bioskop tidak tayang, begitu juga TV banyak menayangkan rerun program yang sudah tayang beberapa waktu lalu. “Tapi LSF tetap membuka pelayanan untuk penyensoran, faktanya memang tetap ada penyensoran, tapi berkurang,“ ungkapnya.
Dan Rommy pun mencatat beberapa hal yang masih dilakukan LSF seperti di antaranya, sinetron barang lama yang masa royalty untuk STLS sudah habis, kalau belum habis TV tinggal putar ulang, tapi kalau sudah habis masa STLS-nya memang harus sensor ulang, urai Rommy mengingatkan.
(tjo; foto ist