SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) secara resmi membentuk Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3). Pembentukan komisi ini diumumkan dalam Rapat Pleno perdana yang digelar di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (30/1). Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Ketua K3 Taufik Basari (Tobas), serta sejumlah anggota lainnya seperti Rambe Kamarul Zaman dan Marthin Hutabarat.
Pembentukan K3 dan Tujuannya
Dalam acara tersebut, Wakil Ketua MPR Ibas secara simbolis menyerahkan palu kepada Taufik Basari, yang dipercaya sebagai Ketua K3. Tobas menjelaskan bahwa komisi ini terdiri dari 65 orang yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk mantan anggota MPR, tokoh masyarakat, dan akademisi, yang diusulkan oleh fraksi-fraksi dan DPD RI.
“K3 ini akan menjadi penunjang Badan Pengkajian MPR RI, dan kami akan fokus pada kajian-kajian terkait dengan konstitusi, termasuk kemungkinan amandemen terbatas UUD 1945,” ujar Taufik Basari setelah rapat plenonya. Ia menambahkan bahwa K3 memiliki tugas untuk melakukan pendalaman terkait rekomendasi yang dihasilkan oleh MPR RI pada periode sebelumnya, terutama terkait perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945.
Keterlibatan Publik dalam Pengkajian UUD 1945
Salah satu hal yang ditekankan oleh Taufik Basari adalah pentingnya partisipasi publik dalam setiap kajian yang dilakukan oleh K3. Ia menegaskan bahwa jika ada gagasan atau usulan terkait perubahan UUD 1945, prosesnya harus melibatkan masyarakat luas dan bukan hanya kalangan elite. “Kita tidak ingin kajian UUD 1945 hanya menjadi pembahasan di tingkat elite saja. Kami ingin melibatkan publik seluas-luasnya, termasuk pihak kampus dan masyarakat umum,” tambah Tobas.
Tugas dan Koordinasi dengan Badan Pengkajian MPR RI
Tobas juga menjelaskan bahwa K3 akan bekerja dengan berkoordinasi dengan Badan Pengkajian MPR RI. Sebagai lembaga penunjang, K3 tidak dapat langsung merumuskan kebijakan tanpa berdiskusi dan berkoordinasi dengan badan tersebut. Ia memastikan bahwa K3 akan segera mempersiapkan berbagai tugas pengkajian yang melibatkan masyarakat, mahasiswa, dan berbagai pihak lainnya.
“Kami ingin K3 menjadi jembatan antara DPR dan masyarakat, serta memastikan keterlibatan publik dalam proses pembahasan konstitusi,” ungkap Taufik Basari.
Dengan dibentuknya Komisi Kajian Ketatanegaraan ini, MPR RI berkomitmen untuk memastikan proses pengkajian dan perubahan konstitusi dapat berjalan dengan transparan dan inklusif, melibatkan berbagai elemen masyarakat, serta mendalami berbagai isu yang relevan dengan ketatanegaraan Indonesia.
Komposisi K3 yang Beragam
Komposisi anggota K3, yang terdiri dari mantan anggota MPR, tokoh masyarakat, dan akademisi, diharapkan dapat membawa perspektif yang lebih luas dan mendalam dalam setiap kajian yang dilakukan. Hal ini menjadi penting mengingat perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 memerlukan diskusi yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan kepedulian terhadap masa depan konstitusi negara.
Dengan langkah ini, MPR RI berusaha untuk menciptakan proses demokrasi yang lebih terbuka dan melibatkan partisipasi publik secara maksimal dalam menentukan arah perubahan ketatanegaraan Indonesia di masa depan.
(Anton)