SUARAINDONEWS.COM, Myanmanr – Penangkapan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan tokoh senior partai pada Senin (1/2/2021) dini hari, telah memicu ketakutan luas. Juru bicara partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menduga militer Myanmar sedang melancarkan kudeta.
“Dengan situasi yang kami lihat terjadi sekarang, kami harus berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta,” kata juru bicara NLD, Myo Nunt, menurut laporan dan kantor berita AFP.
Saluran telepon ke Naypyitaw, ibu kota, tidak bisa dihubungi pada Senin dini hari. Parlemen sedianya akan mulai duduk di sana pada Senin setelah pemilihan November NLD menang telak.
“Saya ingin memberitahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia juga diperkirakan akan ditahan.
Televisi MRTV yang dikelola pemerintah juga mengatakan dalam sebuah posting Facebook bahwa mereka mengalami kesalahan teknis dan tidak dapat menyiarkan karena masalah teknis.
Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon untuk dimintai komentar.
Seorang anggota parlemen NLD, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan, mengatakan salah satu dari mereka yang ditahan adalah Han Thar Myint, seorang anggota komite eksekutif pusat partai.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyi berkuasa setelah menang telak dalam pemilihan umum tahun 2015. Wanita yang kini berusia 75 tahun itu menjalani beberapa dekade tahanan rumah dalam perjuangan untuk demokrasi yang mengubahnya menjadi ikon internasional.
Pamor internasional Suu Kyi rusak setelah ratusan ribu Rohingya melarikan diri dari operasi militer ke pengungsian dari negara bagian Rakhine barat Myanmar pada tahun 2017. Meskipun demikian, dia tetap sangat populer di rumah.
NLD menang telak dalam pemilihan November lalu, dan mengalahkan partai pro-militer.
Militer Myanmar pada Sabtu mengatakan akan melindungi dan mematuhi konstitusi dan bertindak sesuai hukum setelah komentar awal pekan ini menimbulkan kekhawatiran akan kudeta.
Komisi pemilihan Myanmar telah menolak tuduhan militer atas kecurangan suara. Komisi menyatakan tidak ada kesalahan yang cukup besar untuk mempengaruhi kredibilitas pemungutan suara.
Konstitusi mengharuskan 25% kursi di parlemen untuk militer dan kontrol dari tiga kementerian utama dalam pemerintahan Suu Kyi.
Bantah kudeta
Militer Myanmar membantah pemimpinnya mengancam akan melakukan kudeta atas dugaan penipuan pemilu, Sabtu (30/1/2021). Media dinilai telah salah menafsirkan kata-kata Panglima Tertinggi, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Pernyataan dari militer atau Tatmadaw, mengatakan bahwa beberapa organisasi dan media menulis tanpa dasar bahwa militer mengancam akan mencabut konstitusi. Pernyataan tersebut mengatakan bahwa pidato Min Aung Hlaing diambil di luar konteks dan sebenarnya merupakan pengamatan kepada peserta pelatihan perwira senior tentang sifat konstitusi.
Min Aung Hlaing sebelumnya mengatakan kepada perwira senior dalam pidato pada Rabu (27/1/2021) bahwa konstitusi dapat dicabut jika undang-undang tidak ditegakkan dengan benar. Kondisi mengkhawatirkan muncul setelah penyebaran kendaraan lapis baja yang tidak biasa di jalan-jalan beberapa kota besar.
Ketegangan politik di negara Asia Tenggara itu melonjak seminggu terakhir ini setelah juru bicara militer yang telah memerintah Myanmar selama lima dekade mengatakan kudeta tidak dapat dikesampingkan. Hal itu mempertimbangkan dugaan tentang kecurangan yang meluas dalam pemilihan November diabaikan.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa merebut 396 dari 476 kursi dalam pemilihan 8 November. Hasil ini memungkinkannya untuk membentuk pemerintahan yang dipimpin oleh Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi, selama lima tahun lagi. Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan yang didukung militer hanya memenangkan 33 kursi.
Militer telah beberapa kali mengeluhkan kecurangan pemilu secara terbuka dan meminta pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum untuk meninjau hasilnya. Mereka mengatakan telah menemukan 8,6 juta ketidakberesan dalam daftar pemilih di 314 kota kecil.
Hal itu dapat membuat pemilih memberikan banyak suara atau melakukan malpraktek pemungutan suara lainnya. Sedangkan Komisi pemilu mengatakan tidak ada bukti yang mendukung klaim penipuan tersebut.
Militer menjalankan Myanmar selama sekitar 50 tahun sebelum memulai transisi ke demokrasi pada 2010. Konstitusi saat ini memastikan para jenderal negara tersebut mempertahankan pengaruh cukup besar dalam urusan negara dengan menjamin seperempat kursi di parlemen dan kendali sejumlah kementerian utama.
Militer tidak sendirian dalam mengkritik pemilu. Kelompok hak asasi independen sebelum dan sesudah pemungutan suara mengkritik pencabutan hak Muslim Rohingya dan pembatalan pemungutan suara di beberapa daerah. (wwa)