SUARAINDONEWS.COM, Jakarta Anggota komisi I DPR Supiadin Aries Saputra mengungkapkan hingga kini media sosial Facebook belum memberikan hasil audit investigasinya kepada pemerintah. Pemerintah diminta segera mempertimbangkan opsi moratorium atau memblokir Facebook sementara.
“Kita pernah melakukannya kepada Telegram, dan Telegram memberikan komitmen kemudian kita buka lagi. Saya rasa, pemberhentian sementara bukan hal yang tabu sampai audit investigasi diberikan kepada pemerintah,” ujar Supiadin usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hatari dan Vice President of Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/4/2018). RDPU digelar untuk meminta penjelasan terkait kebocoran data satu juta lebih pengguna Facebook di Indonesia.
Dalam RDPU, Komisi I DPR meminta Facebook memberikan dokumen perjanjian atau nota kesepahaman antara Facebook dengan pihak ketiga, Aleksandr Kogan, sebagai pengembang aplikasi dalam kasus kebocoran data pengguna ke Cambridge Analytica. Namun selama rapat berlangsung, Facebook tidak bersedia memenuhi permintaan tersebut dengan alasan pihak Facebook tidak melakukan perjanjian tertulis dengan Kogan.
“Sudah menjadi kebiasaan rapat dengan DPR untuk menyerahkan data-data real. Kami tidak hanya menerima pernyataan
sikap dari Facebook tanpa supporting document yang menunjukkan bahwa mereka telah berusaha menjaga data pelanggan dan bahwa kesalahan itu ada di pihak ketiga yang tidak menaati aturan,” tegas politisi dari Fraksi Partai Nasdem itu.
Menurut Supiadin, isi pada dokumen perjanjian tersebut sangat penting, karena akan menjadi landasan pembahasan apakah Facebook atau pihak ketiga yang telah melakukan pelanggaran. Menurutnya, Facebook tidak bisa hanya seolah-olah menyalahkan pihak ketiga akibat kebocoran data pelanggan, sementara Facebook sendiri tidak berusaha melindungi data pelanggannya.
“Facebook tidak bisa menyalahgunakan pihak ketiga begitu saja, kalau tidak ada MoU artinya Facebook tidak cukup berusaha untuk menjaga data-data pelanggan dengan memberikan aturan kepada pihak ketiga. Pihak ketiga seolah-olah dipersilahkan ambil data, yang sebetulnya diatur di UU ITE pasal 32 dan 33,” kata wakil rakyat dapil Jabar itu.
Sementara itu Ruben Hatari menjelaskan posisi Facebook dengan kasus Cambridge Analytica. Pada tahun 2013, sebuah aplikasi “thisisyourdigitallife” dikembangkan oleh seorang peneliti bernama Aleksandr Kogan. Kogan pada saat itu adalah seorang akademisi di Cambridge University saat mengembangkan aplikasi. Setelah mendapatkan data pengguna Facebook, data tersebut kemudian diberikan ke Cambridge Analytica.
“Facebook tidak memberikan izin atau menyetujui pemindahan data tersebut dan hal ini merupakan pelanggaran kebijakan platform Facebook,” ujar Ruben.
Menurut Ruben Hatari sebanyak 748 orang Indonesia telah memasang aplikasi “thisisyourdigitallife” tersebut sejak November 2013 hingga 17 Desember 2015. Sedangkan jumlah orang Indonesia yang terkena dampak mencapai 11.096.666 orang atau 1,26 persen dari total jumlah orang Indonesia yang terkena dampak secara global. “Kami menemukan tambahan sebanyak 1.095.918 orang di Indonesia yang berpotensi terkena dampak,” ujarnya.
Sebelumnya, terkait bocornya 1 juta data pelanggan, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara pun telah menyampaikan teguran kepada Facebook Indonesia pada 5 April 2018. Tak sekadar teguran, Kemenkominfo juga memberikan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.(Bams/EK)