SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan jika usulan memajukan jadwal pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2024 layak untuk mempertimbangkan empat aspek.
“Soal pendaftaran capres-cawapres dimajukan memang tergantung sudut pandangnya, sehingga kita bisa meletakkan wacana ini dalam konteks yang lebih pas, beberapa hal mungkin perlu kita pertimbangkan empat aspek,” kata Yanuar dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Jadwal Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres Dimajukan, Apakah Jadi Langkah Tepat KPU?” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Pertama, kata dia, usulan memajukan jadwal pendaftaran capres-cawapres itu memungkinkan dari segi aspek regulasi. “Dari sudut pandang ini saya kira enggak ada problem yang terlalu serius, dan reaksi-reaksi di DPR juga memberikan sinyalemen atau memberikan dukungan yang sama soal ini,” ujarnya.
Sebab, kata dia, hal tersebut dimungkinkan berdasarkan UU Pemilu yang sudah direvisi yakni UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu 1/2022 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Di UU 7/2023 yang sudah di revisi itu klausul-nya bunyinya begini, penetapan pasangan calon presiden itu 15 hari sebelum masa kampanye. Nah, yang hari ini diputuskan itu dari PKPU itu tanggal 25 November, kita tahu kampanye mulai 28 November, jadi selang-nya cuma tiga hari kalau pakai yang pakai PKPU hari ini, sehingga kalau mau ikuti undang-undang ya ini menjadi normal saja, bukan sesuatu yang aneh,” ujarnya.
Kedua, Yanuar menyebut usulan memajukan jadwal pendaftaran capres-cawapres itu layak untuk mempertimbangkan segi aspek politik, yakni komunikasi untuk memperebutkan sumber daya politik yang kerap kali memicu ketegangan di publik.
“Dengan mempercepat jadwal penetapan atau pendaftaran capres dan cawapres sehingga para pemimpin partai politik ‘dipaksa’ untuk segera berkonsolidasi, segera mengambil keputusan, segera untuk mengambil tindakan yang lebih tepat karena diuber-uber durasi, sehingga ketegangan tidak mencapai anti klimaks, sehingga lebih cepat mereka mengambil keputusan,” tuturnya.
Ketiga, dia mengatakan usulan memajukan jadwal pendaftaran capres-cawapres itu layak untuk mempertimbangkan pula dari segi aspek sosiologis, yakni menyangkut sikap preferensi atau penilaian masyarakat terhadap dinamika capres-cawapres. Sehingga, lanjut dia, masyarakat dapat mengambil sikap berdasarkan fakta politik yang realistis.
“Dengan capres dan cawapres ditetapkan lebih awal kita berharap persepsi sikap dan penilaian masyarakat menjadi realistis yaitu pasangannya sudah jelas,” ucapnya.
Yanuar lantas menyebut aspek keempat yang perlu dipertimbangkan dalam usulan memajukan jadwal pendaftaran capres-cawapres ialah terkait aspek administratif.
“Meskipun itu dimajukan, jangankan ke bulan Oktober, ke awal Oktober pun sepanjang syarat itu sudah terpenuhi saya kira capres-cawapres jauh lebih mudah untuk pendaftaran karena proses ini bukan persoalan yang rumit, bukan persoalan yang ribet, sehingga dari sudut pandang itu capres-cawapres koalisi yang sudah memenuhi syarat itu layak dimajukan, berikutnya tentu mengikuti proses yang diterapkan oleh KPU,” kata dia.
Sedangkan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik membantah jika usulan memajukan jadwal pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024 didasarkan pertimbangan politis.
“Jadi kalau ditanya apakah ini pertimbangan politis, enggak sama sekali dan bisa dibuktikan,” kata Idham.
Idham menjelaskan bahwa usulan yang termuat dalam draf Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tersebut tidak mempercepat jadwal pendaftaran capres-cawapres
Sebaliknya, lanjut dia, KPU hanya menjalankan konsekuensi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Pemilu yang diterbitkan pada Desember 2022.
“Sebenarnya tak dipercepat dan tidak dimajukan juga. KPU hanya menyelaraskan dengan ketentuan Pasal 176 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023, sebagai konsekuensi adanya Perpu Nomor 1 Tahun 2022 dan kebetulan pasal tersebut itu diubah, batas akhir kapan KPU harus menetapkan pasangan calon presiden,” katanya.
Terkait usulan untuk memajukan jadwal pendaftaran capres-cawapres menjadi 10-16 Oktober 2023, Idham menyebut KPU mencoba menggunakan pola pendekatan maksimal dalam merancang usul jadwal pendaftaran capres-cawapres tersebut.
“Kami menemukan tanggal 10 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2023 sebagai masa pendaftaran calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Ini baru usulan, ini baru rancangan, belum ‘ix’, kenapa kami mengusulkan tanggal tersebut? Kami menggunakan pola maksimal,” tuturnya.
Dia menyebut hal tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan durasi masa kampanye Pemilu 2024 yang dipersingkat menjadi 75 hari. “Jadi ini akibat perubahan pertama ya penyingkatan masa kampanye dari enam bulan tiga minggu menjadi dua bulan setengah, itu konsekuensinya 75 hari,” kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sudah menyiapkan draf Peraturan KPU (PKPU) berkaitan dengan pendaftaran calon presiden dan wakil presiden untuk dijadikan bahan pada rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah yang direncanakan digelar Rabu (20/9).
“KPU sudah menyiapkan draf Peraturan KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden. Rencananya hari Rabu tanggal 20 September 2023 draf tersebut akan dijadikan bahan untuk rapat konsultasi antara KPU dengan DPR RI dan pemerintah,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di Kantor Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Dia menyebut jika pendaftaran capres dan cawapres menjadi 10–16 Oktober 2023, maka durasi dari verifikasi dokumen hingga penetapan pasangan calon (paslon) pada 13 November 2023 menjadi lebih longgar. (wwa)