SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Gedung DPR RI bukan sekadar bangunan tempat legislasi berlangsung, tetapi simbol dari semangat perlawanan terhadap ketidakadilan global. Hal ini disampaikan Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, dalam forum “Dialektika Demokrasi” bertajuk “Spirit CONEFO dan Relevansinya dengan Masa Kini” yang digelar di Ruang Abdul Muis, Kompleks Parlemen, Jakarta.
Dalam paparannya, Bonnie yang juga dikenal sebagai sejarawan, mengajak publik untuk memahami kembali makna historis di balik pembangunan Gedung MPR/DPR/DPD RI. Ia menegaskan bahwa gedung tersebut awalnya dirancang sebagai lokasi penyelenggaraan Conference of the New Emerging Forces (CONEFO), bukan sebagai gedung parlemen. Gagasan CONEFO sendiri merupakan kelanjutan dari semangat Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 yang berkomitmen membangun solidaritas antineokolonialisme dan antikapitalisme.
“Gedung ini adalah perwujudan dari spirit anti-penindasan dan gagasan besar tentang tata dunia baru yang lebih adil,” ujar Bonnie.
Bonnie juga menekankan bahwa semangat kebangsaan Indonesia sejak awal tidak terlepas dari dialog lintas bangsa dan pertukaran pemikiran dengan tokoh-tokoh dari Asia dan Afrika. Ia menyebut nama-nama seperti Arnold Mononutu, Bung Hatta, dan Sam Ratulangi sebagai tokoh yang memiliki jejaring internasional dan memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan global.
Lebih jauh, ia memaparkan bahwa gerakan Asia-Afrika juga berkembang dalam bentuk solidaritas lintas profesi, termasuk jurnalis, pengacara, mahasiswa, dan aktivis. Salah satu contoh penting adalah Lahdar Brahimi dari Aljazair, yang pernah hadir di Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika di Bandung dan kelak menjadi Menteri Luar Negeri Aljazair serta utusan khusus PBB.
“Peran Indonesia tidak hanya dalam diplomasi, tetapi juga bantuan nyata berupa pelatihan militer dan dukungan logistik bagi negara-negara yang tengah memperjuangkan kemerdekaan, termasuk Aljazair dan Afrika Selatan,” kata Bonnie.
Ia turut menyinggung pembentukan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan dalam dunia olahraga internasional, serta cita-cita Presiden Soekarno untuk memindahkan markas besar PBB ke Jakarta.
Bonnie mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk generasi muda dan kalangan media, untuk terus menghidupkan memori sejarah kolektif bangsa. “Yang perlu kita lindungi bukan hanya gedungnya, tetapi juga ingatan dan nilai-nilai perjuangannya,” tegasnya.
Forum ini turut menghadirkan narasumber lain seperti Dr. Wildan Sena Utama, M.A. (Dosen Sejarah UGM) dan Ar. Budi A. Sukada, IAI (Anggota Senior Ikatan Arsitek Indonesia), serta dihadiri para jurnalis parlemen, akademisi, dan pegiat sejarah.
(Anton)