SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Seorang wanita berusia 20 tahun di China mengalami kondisi langka yang membuatnya mengalami orgasme terus-menerus, tanpa ada hubungan dengan gairah seksual. Kondisi ini sangat mengganggu kehidupan sehari-harinya.
Kisah ini bermula saat ia berusia 12 tahun, ketika didiagnosis mengalami epilepsi. Gejalanya berupa hilangnya kesadaran secara tiba-tiba tanpa kejang atau hilang kontrol otot. Pada masa terburuknya, wanita ini bisa mengalami 2-3 kali kejang setiap hari, dengan durasi sekitar 10 menit per episode.
Pemeriksaan EEG (elektroensefalogram) menunjukkan aktivitas gelombang epilepsi, sehingga pengobatan rutin dilakukan selama 6 tahun. Setelah pengobatan dihentikan atas saran dokter, gejala epilepsi tidak pernah kambuh lagi.
Namun, pada usia 14 tahun, wanita tersebut mulai mengalami gejala psikologis seperti merasa orang lain bisa membaca pikirannya dan merasakan tekanan mental yang cukup berat hingga mengganggu studinya.
Ketika berusia 15 tahun, ia dirawat di rumah sakit jiwa dan mendapatkan pengobatan. Namun tidak lama kemudian, ia mulai merasakan sensasi aneh, seperti aliran listrik dari perut bagian bawah ke atas, disertai kontraksi rahim dan otot panggul, yang mirip sensasi orgasme. Sensasi ini muncul beberapa kali setiap hari, berlangsung beberapa detik, dan terjadi secara berkala tanpa adanya rangsangan seksual.
Kondisinya makin parah hingga orgasme spontan ini muncul bahkan saat sedang wawancara medis. Pemeriksaan ulang, termasuk EEG dan tes neurologis lainnya, tidak menemukan tanda epilepsi atau gangguan saraf lain.
Akhirnya, wanita ini didiagnosis mengalami Persistent Genital Arousal Disorder (PGAD), sebuah kondisi langka dan masih jarang dipahami, di mana seseorang mengalami rangsangan seksual terus-menerus tanpa keinginan seksual.
Setelah diberikan obat antipsikotik, frekuensi dan intensitas gejalanya berkurang signifikan. Ia pun mampu kembali bekerja dan bergaul. Namun ketika obat dihentikan, gejalanya kembali muncul. Selama pengobatan dilanjutkan, kondisinya tetap stabil.
Kasus ini dipublikasikan di AME Case Reports, dan para penulis menyimpulkan bahwa sistem dopamin dalam otak kemungkinan berperan penting dalam kondisi ini. Pengobatan dengan obat antipsikotik bisa menjadi salah satu cara mengatasi PGAD.
(Anton)