SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Indonesia Film Business Outlook 2019 yang akan dihelat 18-20 September 2018 dengan program yang lebih besar dari sebelumnya. Diawali dengan diskusi panel yang mengambil tema Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Pasar dan Distribusi Penonton serta Bisnis Film di Indonesia. Dengan menghadirkan juga puluhan pemilik modal nasional dan internasional untuk melirik industri perfilman Indonesia di Hotel Artotel Thamrin, Jakarta.
“Melalui kegiatan ini, BEKRAF optimis akan muncul banyak investor baru guna mendorong iklim investasi perfilman tanah air lebih stabil dan kuat di masa depan. Dan untuk itu pemahaman tentang investasi perfilman harus disampaikan seluas-luasnya dan intensif,”ungkap Kepala BEKRAF, Triawan Munaf sekaligus sebagai keynote speaker.
Pembicara lainnya Abdur Rohim Boy Berawi (Deputi Riset Edukasi dan Pengembangan Bekraf), Fadjar Hutomo (Deputi Akses Permodalan Bekraf) dan Ari Juliano Gema (Deputi Fasilitasi HAKI dan regulasi Bekraf). Disamping pembicara dari para investor sukses maupun pelaku perfilman seperti Andi S.Boediman (Ideosource), Catherine Keng (Cinema XXI), Craig Galvin (IFLIX) dan Fauzan Zidni (APROFI). Selain peserta yang hadir sekitar 30 calon investor lokal dan mancanegara, perwakilan pemerintah (antara lain Pusbang Film, Direktorat Kebudayaan, Balai Pustaka), perusahaan, individual, produser film, pebisnis dan pengusaha yang berada dalam ruang lingkup ekosistem perfilman Indonesia.
Menurut Triawan Munaf berdasarkan data riset industri perfilman yang dilakukan BEKRAF sebelumnya. Riset yang dilakukan menyoal Capaian Makro Subsektor Film, Kondisi dan Pasar Film Indonesia serta Tantangan Perfilman yang harus dihadapi sebagai upaya terus mengembangkan potensi perfilman Indonesia.
Beberapa program yang telah dijalankan berkenaan dengan pengembangan perfilman, lanjutnya, diantaranya; SCARA (Skenario Cerita Anak Nusantara), yaitu program pelatihan dan pencarian penulis skenario, Docs by The Sea (forum global yang menghubungkan para pembuat film dokumenter Indonesia dan Asia Tenggara dengan industri dan investor film dokumenter internasional), Torino Film Lab serta berbagai workshop penulisan skenario.
Hasil Riset Perfilman Terkait hasil riset tentang Capaian Makro Subsektor Film, meskipun kontribusinya masih belum dibilang besar namun pertumbuhan film nasional pada tahun 2016 mencapai dua digit, yakni 10,1 persen. Ini artinya meningkat 3,42 persen dari tahun sebelumnya.
Subsektor Film, Animasi dan Video tercatat sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif dengan laju pertumbuhan yang paling tinggi. Ternyata 10,96% Pengusaha/Perusahaan di subsektor Film, Animasi dan Video memiliki pendapatan diantara 2,5 milyar sampai dengan 50 milyar rupiah. Dengan angka ini mereka menempati peringkat kedua dari seluruh subsektor ekonomi kreatif setelah subsektor periklanan.
Sementara terkait Kondisi dan Pasar Film Indonesia, Bekraf telah melakukan kerjasama dengan Rumah Sinema kepada 2000 responden menyoal segmentasi dan pengambilan keputusan penonton film. Beberapa data menarik yang diperoleh yaitu 59 persen penonton bioskop merupakan mahasiswa S1, 33 Persen siswa SMA. Sementara 43 persen penonton bioskop memiliki rata-rata pendapatan 1-5 juta rupiah. 85 persen penonton di Indonesia menonton bioskop sebanyak 1-2 kali dalam sebulan. Ada 1 persen yang menonton bioskop lebih dari 6 kali dalam satu bulan.
Hasil riset ini juga memperlihatkan beberapa faktor yang memengaruhi keputusan orang menonton film, diantaranya Komunikasi Pemasaran, Sumber Informasi, Word of Mouth (rekomendasi teman, sosial media, dan forum), Genre Film yang akan ditonton, Nama dan Popularitas Sutradara, Sekuel Film, Asal Negara Film, Popularitas Pemain Film, Karya Adaptasi Novel, Alur, Lokasi, Akting dan Musik, Konten-konten yang dihindari seperti kekerasan dan seks, Animasi, Efek Visual, dan Tiga Dimensi dan Jadwal Pemutaran Film.
Disamping bioskop, kegiatan menonton semakin terpecah ke banyak saluran,
yaitu Program televisi gratis, Televisi berbayar, Website Gratis, Layanan Internet Berbayar, Bioskop Alternatif, Peer Sharing dan Festival Film.
Terakhir, riset yang dilakukan terkait Tantangan Industri perfilman tanah air. Indonesia masih harus menghadapi beberapa tantangan, salah satunya adalah pembajakan. Pembajakan ini diindikasikan dilakukan dengan membuat substitusi film asli dalam bentuk fisik seperti DVD maupun non-fisik seperti saluran online berbayar dengan streaming gratis. Hasil Riset Bekraf dengan LPEM terkait dampak pembajakan film menunjukkan bahwa dari adanya pembajakan tersebut, mengakibatkan hilangnya pendapatan pada usaha perfilman sekitar Rp 31 miliar hingga Rp 636 miliar per tahun.
Sementara Ketua Pembiayaan Film dari BPI, Agung Sentausa menjelaskan bahwa, “Kegiatan ini sangat penting untuk mulai mengembangkan investasi khususnya pada ekosistem bisnis film, seperti sekolah, festival, kurasi, jasa sewa alat, jasa paska produksi, distribusi, inisiasi platform digital, dan sebagainya untuk memaksimalkan potensi perfilman nasional yang relevan dengan situasi jamannya”.
BPI merupakan mitra penting BEKRAF, tambah Agung, dalam mendorong penciptaan ekosistem perfilman yang positif, termasuk melalui penyelenggaraan AKATARA 2018 ini. BPI selama ini telah melakukan inisiatif fasilitasi perfilman melalui berbagai bidang kerja yang dimiliki, baik yang sifatnya advokasi, pendidikan, kegiatan perfilman hingga promosi.
Pengembangan ekosistem perfilman merupakan prioritas utama pertumbuhan film tanah air saat ini. Salah satunya melalui peningkatan investasi perfilman. Penciptaan iklim investasi yang positif terus didorong untuk menarik lebih
banyak calon investor melalui kebijakan maupun kegiatan perfilman. Hal ini semata demi percepatan investasi industri perfilman itu sendiri.
Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2016 yang mengeluarkan film dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi langkah awal dalam mengundang pemilik modal nasional dan internasional melirik industri perfilman Indonesia.
Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dan Badan Perfilman Indonesia (BPI) kemudian menyelenggarakan kegiatan Indonesia Financing Forum terbesar di tanah air, AKATARA sejak tahun 2017 hingga tahun ini.
(tjo; foto ist