SUARAINDONEWS.COM, Jakarta –Anggota DPR Komisi VIII yang membidangi urusan anak, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi pernyataan terbuka dari Wakil Kepala BGN yang akhirnya meminta maaf atas terus terjadinya keracunan pada para siswa penerima program MBG, menyatakan bertanggung jawab untuk para korban, dan menutup puluhan SPPG yang mengakibatkan terjadinya tragedi keracunan, serta menegaskan akan melakukan evaluasi agar kasus keracunan massal itu tidak terjadi lagi. Menurut HNW sapaan akrabnya, begitulah seharusnya sejak dari awal sikap dari pejabat di BGN, bukan malah mengecilkan korban dan mencari dalih yang tidak menjadi solusi.
“Tentu secara prinsip demi penambahan gizi bagi Anak, Ibu Hamil dan Menyusui, kita dukung suksesnya program MBG. Namun sikap pejabat terkait seperti pimpinan BGN harus mampu menjawab dan mengatasi fakta terjadinya keracunan massal yang terjadi di berbagai tempat dengan korban yang makin banyak. Menurut catatan dari Koalisi Masyarakat Sipil, jumlah korban malah sudah mencapai 6.452 siswa per 21 September 2025. Evaluasi pelaksanaan program MBG baik secara parsial per lokasi dengan desentralisasi, maupun secara nasional juga perlu segera diselenggarakan, dalam rangka menghentikan tragedi keracunan, menyelamatkan anak-anak dan menjaga kepercayaan publik terhadap program MBG yang bertujuan baik ini,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/9).
Beberapa waktu terakhir, keracunan MBG terjadi di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari belasan siswa SD di Palembang, lebih dari seribu siswa di Bandung Barat, di Ketapang, Kalimantan Barat, di Sumbawa, NTB, di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, dan banyak provinsi lainnya. Apalagi korban keracunan ternyata tidak hanya menimpa anak-anak, tapi juga menimpa ibu hamil dan ibu menyusui di Kabupaten Bandung.
Selain musibah itu terjadi pada penerima manfaat yakni siswa, ibu hamil dan ibu menyusui, ternyata MBG juga menjadi pekerjaan tambahan bagi sebagian guru yang harus ikut menerima, menghitung, dan membagikan nampan makanan pada anak-anak, bahkan terdepan menghadapi orang tua siswa jika ada kasus terkait MBG, tanpa adanya peningkatan kesejahteraan guru dari aktivitas tambahan tersebut.
Kasus keracunan secara khusus dan bermasalahnya tata kelola MBG secara umum telah menuai kritik dari banyak lembaga, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), dll.
Namun, respons Kepala BGN yang lebih memilih mengejar target realisasi MBG dibandingkan segera memenuhi kelengkapan dan perbaikan tata kelola, mengecilkan jumlah korban keracunan yang katanya hanya 4.711 porsi dari 1 Miliar porsi, justru memicu sentimen negatif di tengah publik.
Anggota DPR RI dari yang bermitra dengan Kementerian PPPA ini menyebut, untuk suksesnya program MBG mestinya para pejabat di BGN lebih peka untuk segera melakukan evaluasi melibatkan lembaga-lembaga lain terkait seperti KemenPPPA, Kemendukbangga, Kemendagri, Kemenkes, serta lembaga sosial kemasyarakatan yang peduli. Sehingga upaya tersebut berdampak positif hadirkan solusi, pastikan tragedi keracunan itu tidak terulang, beri sanksi pada yang bermasalah, tidak mengecilkan para korban, dan penting melaksanakan janji yang secara terbuka disampaikan oleh Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang pada konferensi pers Jumat (26/9).
Karena kondisi timbulnya kecemasan dan tidak terlindunginya anak-anak peserta didik dari keracunan program MBG itu apalagi membiarkan terus terjadi, jelas melanggar Konstitusi dan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, serta potensial bisa menggagalkan program baik untuk peningkatan gizi anak-anak yang digagas Presiden Prabowo, hal yang harusnya segera diatasi oleh BGN.
UUD NRI 1945 Pasal 28B ayat 2 jelas menyebutkan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Hak kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang itu jadi rawan tidak terpenuhi jika anak-anak mengalami keracunan, yang selain berdampak di jangka pendek juga bisa terhadap kesehatan dan pendidikan mereka di jangka panjang. Sebelum itu terjadi, maka evaluasi menyeluruh pelaksanaan program MBG yang bertujuan baik ini harusnya dilakukan, SPPG yang terbukti menyebabkan terjadinya keracunan bukan hanya ditutup tapi juga dikenai sanksi hukum, bahkan jika perlu diiringi pemberhentian sementara penyaluran MBG secara selektif, agar selama proses perbaikan tata kelola tidak ada lagi anak-anak didik, ibu hamil dan menyusui, yang keracunan akibat MBG bermasalah, yang mestinya program MBG itu justru menyehatkan,” pungkasnya.
(Anton)