SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Organisasi massa Garuda Merah meminta Paslon 01 introspeksi, sportif dan berani untuk mengatakan mundur sebelum di diskualifikasi MK. Tanggal 28 Juni nanti merupakan keputusan yang berat bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, kalau memang dirasakan pada akhirnya keputusan itu adalah Diskualifikasi, maka bagi kami keputusan itu adalah yang wajar.
Demikian hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Garuda Merah, Abdul Rahman saat perbincangan di sebuah hotel, Minggu 23 Juni 2019, yang membincangkan seputar paska telah usainya proses persidangan Mahkamah Konstitusi terkait Sidang Sengketa Pemilihan Umum Presiden 2019.
“Kami memang perlu bersama sama rakyat untuk meminta keadilan seadil adilnya kepada 9 Hakim di Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan yang seadil adilnya nya bahwa Pemilu kali ini Pemilu yang curang dan TSM sudah terbukti. Karena TSM sudah luar biasa, bahkan secara kuantitatifnya pun sulit untuk membuktikannya karena memang sudah amburadul datanya juga sudah gak karuan,” jelas Ketua Umum Garuda Merah, Abdul Rahman.
Bahkan lebih jauh, diungkapkannya bahwa kita sebagai rakyat tidak berdaya, tidak punya kekuasaan, tidak memegang senjata, juga tidak bisa melakukan apa apa, kecuali aksi moral, tentunya aksi damai yang selalu digaungkan. Dan sebagai ormas besar juga menyerukan kepada teman teman untuk memberikan dukungan moral terhadap Mahkamah Konstitusi yang saat ini tengah melakukan sidang secara internal. Karena sudah terbukti bahwa apa yang terjadi di Pemilu 2019 merupakan Pemilu Curang.
Atau dengan kata lain, sebagai lembaga yang di percaya oleh negara untuk menyelenggarakan Pemilu ini, telah melepaskan tanggungjawab, baik secara moral maupun secara hukum terhadap kedaulatan rakyat, terhadap demokrasi yang ada di Indonesia.
Namun Ormas Garuda Merah telah menganalisa, bisa jadi keputusan MK itu nantinya Pemilihan Suara Ulang (PSU) secara nasional 34 Propinsi atau PSU Pulau Jawa Plus. Mungkin ini keputusan yang paling aman bagi MK karena memang tidak menghilangkan kehormatan pertahana, tidak menghilangkan kehormatan MK, dan juga dianggap win win solution terhadap rakyat Indonesia. Meskipun demikian, kalau keputusan ini diambil berarti ada hal yang memang, gamang dirasakan, ada rasa takut, atau rasa tidak enak, dari MK terhadap pelanggaran yang terbukti seperti mengenai Wapres 01 sebagai Dewan Pengawas Syariah serta bagaimana pula dengan sumbangan kampanye untuk Paslon 01.
Sangat jelas bahwa ada keputusan keputusan dari lembaga lembaga hukum tinggi itu, yang memutuskan bahwa anak anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Begitu juga dengan Laporan Audit dari Biaya Kampanye atau Sumbangan Kampanye itu, yang harusnya diangkat oleh masyarakat dan oleh media khususnya. Padahal dari sana berpotensi besar pelanggaran, meskipun belum tentu pidana. Tapi pelanggaran itu juga perlu dicermati dan cukup sebagai dasar dari MK untuk memutuskan Diskualifikasi.
Sedangkan analisa yang ketiga, tambah Abdul Rahman, bahwa pilihan MK yakni Menolak semua Permohonan dari lawyer Paslon 02 dan ini bahaya. Bahayanya adalah bagi hukum di Indonesia, yang akan membuat masyarakat tidak percaya lagi terhadap penegakan hukum. Dan aksi bela negara, aksi masyarakat, aksi kedaulatan rakyat akan terjadi manakala keputusan yang ketiga ini diambil. Karena memang masyarakat dan rakyat sudah tahu bahwa Pemilu 2019 terutama di Pilpres itu merupakan Pemilu yang curang. Banyak hal hal yang menjadi keanehan, menjadi kejanggalan serta dinilai sebagai Pemilu yang menghabiskan uang tapi tidak bertanggungjawab.
Bahkan lawyer 02 memohon, tadinya bahwa, kalau memang betul KPU secara profesional menyelenggarakan Pemilu 2019. Maka seharusnya di Pilpres 2019 ini, pada persidangan di MK, KPU memberikan C7 sebagai barang bukti, sebagai alat bukti. C7 adalah kehadiran peserta pemilu yang hadir di TPS untuk mencoblos. Tapi itupun tidak dilakukan KPU. Sementara dari pihak Bawaslu, lebih memilih banyak diam.
Kalaupun mau bicara, kita fair, tentu sebagai penyelenggara, KPU bisa meminta kepada Majelis Hakim MK untuk membuka Data Bawaslu, jelas Ketum Garuda Merah. Kami pun fight disitu, mana C1 nya Paslon 01, C1 nya Bawaslu dan C1nya KPU. Apalagi selama ini TKN selalu mengatakan BPN tidak memiliki data C1.
“Justru kamilah yang menunjukkan Data C1 Asli (Salinan) 12 Truk, dan 4 Truk lainnya bukti kecurangan lainnya. Tidak ada yang memberikan informasi kepada masyarakat bahwa P146 itu merupakan bukti kecurangan yang luar biasa dan memalukan bangsa ini, tegas Abdul Rahman.
Sementara itu, Juru Bicara Garuda Merah, Tri Handayani, secara terpisah mengungkapkan bahwa selama persidangan melihat beberapa hal kejanggalan yang terjadi, terutama adalah para lawyer Termohon dan Pihak Terkait, nampaknya saling membantu. Sehingga nampak buat Paslon 01 merasa gamang atau merasa galau. Padahal yang kita lakukan adalah permohonan pada MK untuk KPU, bukan untuk Paslon 01. Jadi mengapa galau kalau memang tidak ada masalah.
Tri pun mencatat, beberapa saksi yang sudah menjadi saksi kunci di dalam sidang tersebut. Tapi ada kejanggalan, begitu banyak permohonan seperti video video tapi tidak bisa ditampilkan. Ini memunculkan pertanyaannya, padahal video itu menunjukkan bagaimana kecurangan terjadi secara massif. Bahkan di video yang sudah diklasifikasikan menunjukkan adanya yang terstruktur, sistematis dan massif. Ini juga yang perlu dicermati, baik oleh media dan masyarakat Indonesia secara luas, bahwa video video itu menunjukkan betapa Pemilu 2019 ini penuh kecurangan, papar Tri Handayani.
Tapi seberapa pun dan sehebatnya kecurangan itu dibuat dengan biaya yang tinggi, sistem yang hebat serta resources yang luar biasa. Ditambah niat yang juga curang. Itu semua bisa di bongkar dalam waktu yang singkat oleh ahli ahli dari Paslon 02.
Mulai dari sistem Situng KPU, temuan DPT dengan NIK rekayasa, TPS rekayasa, bahkan Kecamatan rekayasa, lalu ada pemilih dibawah umur dan yang sangat menyedihkan bahwa ternyata apa yang dinyatakan NIK rekayasa itu lebih banyak TPS yang terkontaminasi NIK rekayasa ketimbang TPS yang tidak terkontaminasi NIK rekayasa. NIK rekayasa ini, NIK sampah yang harusnya tidak dimasukkan dalam di DPT. Maka dari itu tidak heran kalau Agus Maksum dapat menemukan 17.5 juta DPT invalid. Karena memang dasarnya ini. Ini menunjukkan Pemilu kali ini benar benar pemilu yang curang, jelas Tri lagi.
Sebagai Ketua Umum Garuda Merah, kami merasa apa yang menjadi proses peradilan di Mahkamah Konstitusi ini, kami berfikir, benar menurut Bambang Widjojanto bahwa Mahkamah Konstitusional ini bukan sekedar Mahkamah Kalkulator. Lebih daripada itu, menjadi Mahkamah Peradilan yang memang Rakyat yang Berdaulat ini bisa menuntut haknya, kedaulatannya. Mana kala suaranya yang telah disampaikan di 17 April 2019 itu, kemudian menjadi hilang, menjadi digelembungkan, atau tiba tiba pindah ke Paslon lain. Bagi kami ini Pemilu yang amburadul, sangat acak acakan ketimbang pemilu pemilu sebelumnya, tegas Abdul Rahman seraya menyudahi perbincangannya.
(pung; foto dok