SUARAINDONEWS.COM, Praya-Mengangkat tema “Adat dan Budaya Desa Membangun Indonesia”, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), menggelar Festival Perdamaian di Negeri 1000 Masjid di Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang perhelatannya berlangsung 13 -15 Juli 2019, demikian dikemukakan Sugito, S.Sos, MH, Sesditjen Pengembangan Daerah Tertentu Kemendesa, dalam kesempatan terpisah.
Kegiatan ini, lanjutnya aalah upaya mengaktifkan kembali penguatan lembaga kemasyarakatan desa sebagai wahana forum perdamaian desa. seperti kearifan lokal yang dimiliki masyarakat desa Lombok Tengah yang disebut dengan ‘awik-awik’ yang merupakan suatu tradisi untuk menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan Alam serta antar sesama manusia secara seimbang dalam kerukunan dan kehidupan yang damai dan bersatu di tengah-tengah warga, budaya.
Ini perlu terus di dorong dan diangkat kembali dalam proses pembangunan di desa dan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta suasana hidup rukun dan damai. Tradisi ‘awik-awik’ ini perlu dilestarikan sebagai bentuk pranata adat lokal dan di jaga sebagai bentuk warisan dari keluhuran dari masa lalu. Utamanya untuk meningkatkan ketahanan sosial dan budaya masyarakat dan serta mengangkat kearifan lokal, ungkap Sugito selanjutnya.
Sementara, Hasrul Edyar, S.Sos, M.Si, Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, selaku penanggungjawab kegiatan ini, menambahkan bahwa penyelenggaran kegiatan ini merupakan rangkaian dari beberapa agenda antara lain Forum Perdamaian Desa, Revitalisasi Sarana Olah Raga Desa, dan dilanjutkan Puncak Acara berupa Festival Pranata Adat dan Budaya untuk Perdamaian, yang telah dilakukan dengan sukses dan meriah.
Selanjutnya, diskusi dalam Forum Perdamaian Desa berlangsung di Hotel D,Max yang diikuti 45 Kepala Desa se- Kabupaten Lombok Tengah, dengan para narasumber antara lain Assisten 1 Kabupaten Lombok Tengah, Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, Sekretaris Kesbangpol Lombok Tengah, Kepala Satpol PP Lombok Tengah, dan Polres Lombok Tengah.
Forum ini bertujuan mengaktifkan kembali Rumah Mediasi Desa dan Badan Keamanan Desa yang telah dikuatkan melalui Peraturan Desa dengan merujuk pada Peraturan Gubernur NTB tentang Lembaga Adat Penyelesaian Konflik Sosial.
Dan sekaligus menghasilkan kesepakatan bersama diantaranya, Pertama; Membentuk wadah untuk forum perdamaian desa di kabupaten Lombok Tengah, Kedua; Penyusunan Perdes se Kabupaten Lombok Tengah tentang Rumah Mediasi Sasak dan Perdes tentang Badan Keamanan Desa, Ketiga; Sosialisasi Peraturan Gubernur NTB tentang Lembaga Adat Penyelesaian Konflik Sosial, Keempat; Peningkatan/optimalisasi terhadap forum-forum yang ada di desa secara tersruktur, sistematis dan masif untuk menciptakan perdamaian desa, dan Kelima ; Penyusunan Perdes tentang Miras dan Narkoba.
Kesepakatan Bersama tersebut, ditandatangani antara lain oleh Hasrul Edyar, S.Sos,MSi, Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, Lalu Wirakampe, S,Sos Kesbangpol Kabupaten Lombok Tengah, H. Lalu Aknal Afandi, MM, Kasatpol PP Kabupaten Lombok Tengah, H. Amiruddin Polres Kab Lombok Tengah, serta perwakilan Kepala Desa, yaitu Kepala Desa Teratak Moh Ipkan, Kepala Desa Bonjeruk Lalu Audia Rahman, dan Kepala Desa Sengkol Satria Wijaya Sarap.
Disamping program yang dilaksanakan di Lombok tengah lainnya adalah revitalisasi sarana olah raga lapangan bola volly lokasinya ada di Dusun Beber Barat Desa Pengenjek Kecamatan Jonggat yang jaraknya 15 km dari Praya, lanjut Hasrul.
Sebelumnya, kegiatan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik, berturut-turut diikuti oleh Sekda Kab Lombok Tengah, Kadis Olah Raga Lombok Tengah, Camat dan Kepala Desa, yang dimeriahkan dengan tarian adat Bedug Besar. Sambutan masyarakat Desa Pengenjek pun sangat meriah dan luar biasa antusiasnya dan berterima kasih banyak kepada Kemendesa yang telah peduli membantu memperbaiki sarana lapangan bola volly. Dalam rangkaian acara peletakan batu pertama ini dilanjutkan dengan pertandingan persahabatan bola volly.
“Seyogyanya kegiatan yang dilaksanakan di Lombok Tengah ini, diharapkan dapat berlanjut secara berkesinambungan hingga ke tingkat desa dengan memanfaatkan alokasi dana desa yang ada. Hal ini untuk menumbuhkan desa-desa di Lombok tengah menjadi tujuan destinasi dan desa wisata yang akan menarik kunjungan wisatawan hingga masuk sampai ke pelosok desa untuk melihat keasrian alam dan budaya di Lombok Tengah yang begitu menarik”, harap Harsul.
Sedangkan bagi, Lalu Wirakampe, sebagai Ketua Panitia bahwa 3 Kegiatan ini merupakan dana stimulan dari APBN lewat Kemendesa Tahun 2019 ini merupakan hasil kesepakatan antara Pemda Kab Lombok Tengah dengan Kemendesa.
Dan demi kelancaran pelaksanaan kegiatan telah dibuat surat Sekda Kab Lombok Tengah Nomor 120/80/BKBPDN/V/2019 tertanggal 17 Juni 2019 di mana kegiatan melibatkan 3 (tiga) SKPD di Lombok Tengah. Antara lain untuk Kegiatan Pelembagaan Forum Perdamaian Desa, yang telah dilakukan di Hotel D”Mas (penanggungjawab Kesbangpol); untuk Kegiatan Revitalisasi Sarana Olah Raga Lapangan Bola Volly, di Dusun Beber Barat Desa Pengenjek (dikelola Dinas Pemuda dan Olah Raga); sedangkan untuk Festival Pranata Adat dan Budaya yang dilangsungkan di Alun-Alun Kabupaten (penanggungjawab Dinas Pariwisata).
Pengunjung yang hadir tumpah ruah dalam festival adat yang diadakan di alun-alun Kabupaten Lombok Tengah ini. Festival juga turut memamerkan produk-produk unggulan masyarakat sebagai bagian produk inovasi desa seperti kerajinan kain tenun yang masih dibuat secara tradisional, makanan produk olahan dan cenderamata daerah yang penjualannya lewat Bumdes.
Rangkaian festival turut menampilkan pagelaran Jarietnika dari Sanggar Tari Rahayu serta dimeriahkan beberapa atraksi kesenian seperti Pagelaran Gendang Mertak Mi, serta Marawis. Dimana puncak acara kegiatan berupa Pernyataan Deklarasi Damai atau Pernyataan Sikap Bersama dari Majelis Ulama Indonesia dan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Lombok Tengah, yang dibacakan Ketua MUI Lombok Tengah, Drs. H. Minggre Hamy.
Berikut poin-poin pernyataannya; Kesatu : Menyerukan kepada seluruh masyarakat lombok tengah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya agar selalu menjaga keharmonisan dan toleransi antar umat beragama dan mengedepankan musyawarah mufakat dalam menyelesaiakan masalah bersama; Kedua: Tokoh lintas agama, tokoh masyarakat dan semua pihak berkewajiban untuk menyampaikan kepada jamaah/komunitasnya masing-masing agar memanfaatkan media sosial secara sehat, arif, baik, bijak dan benar.
Dilanjutkan; Ketiga: Pemerintah dan aparat keamanan (TNI, POLRI) senantiasa memberikan rasa aman dan nyaman kepada umat beragama di Kabupaten Lombok Tengah Khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya; Keempat : MUI dan Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Lombok Tengah akan selalu mendukung dan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam upaya menciptakan dan mempertahankan kerukunan umat beragama; dan Kelima : Bersama aparat negara dan pemerintah daerah kami akan selalu siap memelihara dan menjaga keamanan, ketertiban, persatuan dan kesatuan di Lombok Tengah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesditjen Pengembangan Daerah Tertentu Kemendesa, Sugito, S.Sos, MH, mengapresiasi kehadiran banyaknya stakeholders sebagai upaya mewujudkan sinergitas pengelolaan konflik dalam menciptakan kerukunan dan perdamaian untuk menjadi pemantik dalam membangun Lombok Tengah .
Oleh karenanya, melalui musyawarah mufakat yang disepakati bersama, memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam proses kemasyarakatan di desa. Selain itu juga sebagai wujud dari pengakuan atas rekognisi dan subsidiaritas dalam melaksanakan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal di desa, tutup Sugito.
Lebih dalam, Teguh H Dit III PDPK, menjelaskan kembali bahwa kegiatan ini merupakan wujud keseriusan pemerintah pusat dalam mendorong pembangunan yang berbasiskan adat istiadat dan kearifan lokal. Direktorat Penanganan Daerah Pascakonflik, Ditjen PDTu, Kemendes PDTT sebagai inisiator kegiatan mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,. Dimana, dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 ditegaskan bahwa upaya penanganan konflik sosial di Indonesia dilakukan melalui pendekatan pranata adat dan kearifan lokal, tegas Teguh lagi.
Hal ini tentunya sejalan dengan Nawacita ke-9 untuk memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan, memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar-warga, tutupnya.
(pung; foto dok