SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dukungan terhadap penyelesaian konflik Palestina-Israel melalui solusi dua negara (two-state solution) semakin menguat di tengah memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza. Dalam diskusi bertajuk “Peta Politik Prancis-Arab Saudi dalam Two-State Solution” di Komplek Parlemen, Kamis (12/6/2025), dua narasumber utama—Rizki Natakusumah dan Prof. Hikmahanto Juwana—sepakat bahwa dunia harus mengambil langkah nyata.
Genosida di Gaza, Dunia Mulai Buka Mata
Menurut Prof. Hikmahanto, lebih dari 55.000 warga Palestina telah tewas akibat agresi Israel. Serangan brutal ini dinilai telah mengarah pada genosida, pembersihan etnis, dan pemusnahan penduduk Gaza.
Ia menekankan bahwa semakin banyak negara, terutama di Eropa seperti Prancis, Irlandia, dan Spanyol, yang mulai mengakui kemerdekaan Palestina dan mengutuk keras aksi Israel. Sebaliknya, Amerika Serikat masih menunjukkan keberpihakan kepada Israel meskipun tekanan publik terus meningkat.
Rizki: Jangan Sekadar Retorika, Butuh Aksi Nyata
Anggota DPR RI Rizki Natakusumah menyambut baik kolaborasi antara Prancis dan Arab Saudi yang mendorong solusi dua negara. Ia menilai inisiatif ini sebagai simbol positif perdamaian antara kekuatan Barat dan Timur Tengah.
Namun, Rizki juga mengingatkan agar dunia tidak hanya terpaku pada slogan dan diplomasi kosong. Ia mengkritisi tindakan blokade Israel terhadap Gaza dan meminta forum internasional menghadirkan solusi praktis.
“Jangan hanya teriak ‘merdeka Palestina’, tapi nihil aksi. Butuh langkah nyata seperti pembukaan jalur kemanusiaan dan penghentian blokade ilegal,” tegasnya.
Dinamika Internal Palestina dan Hambatan Diplomasi
Prof. Hikmahanto menyoroti perpecahan internal Palestina, di mana Hamas di Gaza menolak keberadaan Israel, sementara Fatah di Tepi Barat mendukung solusi dua negara. Perbedaan sikap ini memperumit penyatuan sikap Palestina dalam perundingan damai.
Ia juga menjelaskan bahwa negara-negara Timur Tengah seperti Iran dan Arab Saudi berbeda haluan, membuat kesepakatan di level OKI sulit tercapai.
Meski begitu, ia memandang pertemuan di Beijing yang menyepakati batas wilayah sebelum 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina merupakan kemajuan signifikan.
Indonesia Konsisten Bela Palestina
Kedua narasumber menegaskan bahwa dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan karena semata faktor agama, tetapi karena amanat konstitusi yang menolak segala bentuk penjajahan.
“Yang kita bela adalah rakyat Palestina, bukan faksi politiknya. Tujuan kita adalah keadilan dan kemerdekaan bangsa Palestina,” ujar Prof. Hikmahanto.
Konflik Palestina-Israel bukan semata konflik agama, melainkan persoalan hak atas tanah, penjajahan, dan kemanusiaan. Solusi dua negara dinilai sebagai jalan tengah yang paling rasional, meskipun memerlukan diplomasi aktif, jaminan keamanan lintas pihak, dan tekanan nyata dari komunitas internasional terhadap Israel. Indonesia berkomitmen tetap berada di pihak rakyat Palestina untuk mewujudkan kemerdekaan sejati.
(Anton)