SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Revisi ini memperkuat peran masyarakat adat dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melakukan penegakan hukum.
Peran Masyarakat Adat dan PPNS
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Budisatrio Djiwandono, mengatakan revisi UU Nomor 5/1990 ini tetap memperhatikan masukan masyarakat. Panitia Kerja (Panja) RUU KSDAHE menggelar focus group discussion dengan beberapa perguruan tinggi dan para pakar. “Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan YME dengan kekayaan sumber daya alam hayati yang beragam dan berlimpah, baik di darat maupun di perairan. Sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas di dunia,” kata Budisatrio saat menyampaikan Laporan Hasil Pembahasan revisi UU KSDAHE dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024)kemarin.
Perlunya Penyesuaian
Budisatrio menjelaskan, UU ini mengatur pelaksanaan kegiatan konservasi, kejelasan peran dan kewenangan Pemerintah, masyarakat hukum adat, serta pendanaannya. “Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus mampu mewujudkan kelestarian serta keseimbangan ekosistemnya. Sehingga, ini dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia,” ujarnya.
Perubahan dan Penambahan Bab
Konsep awal RUU yang diusulkan DPR adalah RUU penggantian dengan judul RUU tentang KSDAHE. Namun, dalam proses pembahasan bersama Pemerintah disepakati bahwa RUU ini bersifat perubahan dengan judul RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE. Materi perubahan meliputi penambahan satu bab baru yakni Bab VIIA tentang pendanaan dan Bab IX tentang peran serta masyarakat. Selain itu, Bab X tentang penyerahan urusan dan tugas pembantuan dihapus.
Penyesuaian Substansi
Budisatrio mengatakan dalam pembahasan juga dilakukan beberapa penyesuaian, seperti penggantian norma frasa kawasan konservasi menjadi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil. Penggantian norma frasa ekosistem penting di luar kawasan konservasi menjadi areal preservasi. “Substansi pengaturan dalam RUU ini masih sesuai dengan substansi yang diusulkan dalam RUU tentang KSDAHE,” sebutnya.
Penguatan Penegakan Hukum
Substansi pengaturan dalam RUU ini menegaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah, Pemerintah daerah, serta masyarakat. Kedua, memperkuat peran serta masyarakat termasuk masyarakat hukum adat dalam pelaksanaan KSDAHE. Ketiga, penguatan kewenangan PPNS dalam melakukan penegakan hukum. “Dan terakhir, pemberatan serta kekhususan sanksi pidana untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,” tutupnya.
Pernyataan Menteri Kehutanan
Menteri Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan UU Nomor 5 Tahun 1990 menjadi dasar hukum dan acuan utama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati melalui tiga pilar konservasi: perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. “Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan langkah efektif dalam rangka menjaga potensi dan menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam,” ujarnya.
Pentingnya Prinsip Konservasi
Menteri Siti menyampaikan penghargaan atas inisiatif DPR untuk lahirnya RUU ini. “Revisi undang-undang ini menjadi penting dalam upaya menjaga relevansi prinsip-prinsip konservasi yang diperkuat implementasinya dengan kondisi saat ini,” lanjutnya. Dia mengingatkan adanya prinsip menjaga sumber daya alam milik negara, yakni Wildlife Belong to the State. “Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 ditujukan untuk kepentingan masyarakat Indonesia,” sebutnya.
Penguatan Larangan dan Sanksi
Menteri Siti memastikan adanya penguatan larangan, sanksi, dan pidana dalam undang-undang ini, sebagai upaya menjaga keutuhan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan perlindungan alam (KPA). Ada norma larangan tindak pidana di bidang tumbuhan dan satwa liar termasuk kejahatan yang mempergunakan media sosial.
Tetap pantau SUARAINDONEWS.COM untuk informasi terkini seputar revisi undang-undang dan upaya konservasi di Indonesia. Jangan lupa untuk berbagi artikel ini agar semakin banyak yang mengetahui dan memahami pentingnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
DSK | Foto: Istimewa