SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meragukan berbagai wacana DPR untuk menggunakan hak pengawasannya terhadap pemerintah saat ini bisa berjalan sebagaimana mestinya. DPR menurutnya saat ini sudah tidak memiliki “stamina” lagi untuk melakukan tugas itu seperti sebelumnya.
Hal itu diungkapkan Fahri menjawab pertanyaan apakah wacana penggunaan hak interpelasi sampai angket terhadap pemerintah terkait berbagai pelanggaran UU seperti terakhir pada kasus Archandra Tahar dapat berlanjut.
“Meski sudah terjadi pelanggaran, ada UU Kewarganegaraan dan UU Keimigrasian maupun UU Kementerian Negara yang dilanggar, namun wacana interpelasi hanya akan menjadi wacana karena DPR tidak lagi sekeras seperti dulu,” kata Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, Kamis (18/8/2016).
Fahri mengungkapkan dalam kasus Archandra sangat jelas pemerintah telah melakukan kesalahan karena telah mengangkat Archandra yang warga negara AS menjadi menteri ESDM. Namun hal itu hanya bisa memperlihatkan lemahnya kinerja kinerja aparatur pemerintahan dalam menjalankan tugasnya sehingga hal seperti itu bisa terjadi.
“Tak heran bila sebagian kalangan beranggapan, kesalahan tersebut bisa dibawa ke ranah hukum, yang bisa berujung pada pemakzulan. Tapi saya ragu DPR nantinya menganggap hal itu penting untuk diinvestigasi,” ujarnya.
Bangsa ini meskipun adalah salah satu negara demokrasi terbesar kedua di dunia, namun faktanya ruh nya masih seperti kerajaan.Makanya meski berkali-kali melakukan kesalahan, penguasa selalu dapat bertahan lama.
“Ini tradisi lama, makanya pembatasan dua perioe itu saya lihat adalah keputusan yang tepat.Kalau mau balik ke UUD 45 bahayanya kekuasaan seperti ini bisa tanpa batas, apalagi kalau pemilihan dibalikkan ke MPR.Kita bangsa yang relatif menerima pemimpin dan tidak pernah ada budaya kekuatan alternatif yang kuat,” tegasnya.
Terkait wacana penggunaan hak interpelasi terhadap kasu Archandra sendiri Farhi melihat bahwa penggunaan interpelasi itu penting agar kesalahan serupa tidak lagi terulang. Pengangkatan Arcandra menunjukkan adanya kelemahan sistem di sekitar Presiden Joko Widodo, yang tidak mampu melacak. Sehingga pada akhirnya, muncullah keputusan yang salah dengan mengangkat Arcandra.
“Dengan diam, maka kita seperti membiarkan presiden melakukan kesalahan. Padahal seharusnya presiden diproteksi dari kemungkinan berbuat salah,” ujar Politisi PKS ini lagi.(EKJ)