SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan keprihatinan mendalam atas kembali terjadinya kasus keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jakarta. Kali ini, insiden menimpa sejumlah siswa SDN 01 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
“Saya menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kembali terjadinya insiden keracunan makanan pada siswa-siswi SDN 01 Gedong di Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG),” ujar Charles dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Rabu (1/10/2025).
Charles menjelaskan, kasus ini menambah daftar panjang insiden serupa yang sebelumnya terjadi di Ciamis dan Lampung hanya dalam dua hari terakhir. “Dengan demikian, keracunan akibat MBG terjadi hampir setiap hari dalam sepekan terakhir,” tegasnya.
Menurut Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut, rangkaian kasus ini menandakan adanya masalah serius dalam tata kelola program MBG. Ia menilai pemerintah tidak boleh menganggapnya sebagai peristiwa insidental.
“Fakta bahwa kasus keracunan terjadi hampir setiap hari membuktikan adanya persoalan mendasar dalam pelaksanaan program ini. Pemerintah tidak boleh menutup mata karena keselamatan dan kesehatan anak-anak adalah taruhan yang tidak bisa dinegosiasikan,” jelasnya.
Sebagai pimpinan Komisi IX yang bermitra dengan Badan Gizi Nasional (BGN), Charles mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret berupa audit menyeluruh terhadap seluruh rantai produksi makanan MBG.
“Saya meminta pemerintah menghentikan sementara penambahan dapur baru sampai evaluasi total terhadap dapur yang sudah ada benar-benar dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan audit independen terhadap semua tahapan penyediaan makanan, mulai dari bahan baku, proses produksi, penyimpanan, hingga distribusi,” tegasnya.
Charles juga mendorong adanya alternatif pelaksanaan MBG yang lebih efektif dan transparan. Salah satunya, dengan menjadikan dapur sekolah sebagai pusat penyediaan makanan agar proses pengawasan lebih mudah dan risiko kontaminasi bisa diminimalisir.
“Pemerintah melalui BGN harus mempertimbangkan pemanfaatan dapur sekolah sebagai alternatif yang lebih efisien dan mudah diawasi oleh guru, orang tua, serta masyarakat,” ujarnya.
Ia mencontohkan praktik serupa di Jepang dan Tiongkok, di mana program makan siang sekolah telah berjalan puluhan tahun dengan sistem dapur sekolah yang terbukti menjaga keamanan pangan.
“Pemanfaatan dapur sekolah dengan pengawasan langsung dari orang tua murid terbukti efektif meminimalisir kontaminasi bakteri selama proses masak dan distribusi,” tambahnya.
Sebagai penutup, Charles mengusulkan mekanisme penyajian yang lebih sehat dengan memberdayakan sekolah untuk mengatur sistem makan bersama.
“Dengan anggaran yang sudah disiapkan, sekolah sebaiknya diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan MBG dengan pola makan prasmanan, agar makanan tetap hangat dan segar. Jangan lagi ada dapur besar yang memproduksi ribuan paket sekaligus, karena itu justru menjadi sumber masalah,” pungkasnya. (Dewi)




















































