SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Demi kontesasi Pilkada Daerah Kabupaten Raja Ampat segala cara dilakukan untuk memperoleh putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) ‘Bebas Murni’ meski harus menempuh cara cara Wanprestasi. Cara cara tersebutlah yang menjadi catatan dan patut diduga keras dilakukan Selviana Wanma, Calon Bupati Raja Ampat, yang juga merupakan Direktur PT Raja Ampat Makmur Madani, sekaligus Ketua DPD Golkar Raja Ampat ini.
Seperti diketahui, Selviana Wanma setelah dinyatakan bebas murni oleh Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali No.134 PK/PID.SUS/2020 tertanggal 25 Juni 2020, sebagai Direktur PT Raja Ampat Makmur Madani dan juga Ketua DPD Golkar Raja Ampat menyatakan kesiapannya maju dalam kontestasi Pilkada Raja Ampat yang akan dihelat Desember 2020 mendatang, seperti diungkapkannya di Jakarta, Kamis (02/07/2020) lalu.
Sementara Penasehat Hukum Selviana Wanma, Jhonson Pandjaitan, yang dalam pernyataan saat konferensi persnya (dan terekam dalam sejumlah tayangan di youtube, red), Kamis (02/07/2020) lalu, menyebutkan bahwa Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang berujung pada ‘Bebas Murni’, secara eksplisit diakuinya sebagai ‘PK Kita’. Sehingga patut pula di duga pernyataan tersebut telah melanggar dari pada Kode Etik Advokat.
Padahal dalam investigasi yang dilakukan dalam perkara ini, terbukti serta tercatat bahwa Register MA terkait Peninjauan Kembali No.134 PK/PID.SUS/2020 tertanggal 25 Juni 2020, dinyatakan diajukan oleh Neshawaty Arsyad SH, MH, CLL (dari Kantor Hukum Arsyad&Arsyad, red). Dan juga berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.038/SK-PID-PK/AA&Co/VIII/2018, belum pernah dicabut hingga saat ini. Dan dikuatkan lagi dengan Surat MARI No.134/TU/134 PK/ Pid.sus/ 2020 tertanggal 17 April 2020 Perihal Penerimaan Berkas Perkara Peninjauan Kembali Pidana Atas Nama Pemohon Selviana Wanma (yang tembusannya kepada Kajari Jakarta Selatan dan Neshawaty Arsyad SH, MH, CLL selaku Kuasa Pemohon).
Sehingga yang dimaksudkan Penasehat Hukum Selviana Wanma, Jhonson Pandjaitan adalah ‘PK Kita’- miliknya siapa? Apakah PK yang diajukannya? atau PK milik kuasa hukum lainnya? Sehingga patut diduga keras hal tersebut tentu mengarah kepada Wanprestasi serta disisi lain terjadinya pelanggaran Kode Etik Advokat.
Tentu sangat bertolak belakang dengan statement yang diucapkan penasehat hukum Selviana Wanma, Johnsons Pandjaitan bahwa, “Ibu Selvi tidak bersalah, … prosedur hukum harus dijalankan … dan dia menjalankan itu dengan baik … Hey oknum-oknum yang menuduh Ibu Selvi seperti ini … berhentilah menzholimi Ibu Selvi dan keluarganya … berhentilah membohongi rakyat … dan seterusnya … ” (padahal faktanya justeru sebaliknya, red).
Perkara yang menyeret Selviana Wanma sebagai terdakwa awalnya diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui keputusan No.32/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST (dibacakan tanggal 17 Februari 2014). Dan PN Jakarta pusat menyatakan Selvi Wanma terbukti melanggar pasal 3 Jo. pasal 18 UU Tipikor 20/2001. Menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan denda 200 juta rupiah.
Kemudian putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Putusan No. 26/PID/TPK/2014/PT.DKI (dibacakan tanggal 17 Juli 2014). Kemudian diperkuat lagi dalam Putusan Kasasi MA No.743/K/PID.SUS/2016 (dibacakan tanggal 27 Oktober 2016). Dan Peninjauan Kembali (PK) yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui putusan No.134/PK/PID.SUS/2020 tertanggal 25 Juni 2020, yang membebaskan Selviana Wanma dari dakwaan Penuntut Umum.
Kabupaten Raja Ampat adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Papua Barat yang menggelar Pilkada pada bulan Desember 2020 mendatang. Dari total 20 kursi DPRD Raja Ampat, Partai Demokrat meraih 9 kursi, Partai Golkar 4 kursi, PKS 2 kursi, Hanura 2 kursi, Gerindra 1 kursi, Nasdem 1 kursi dan PAN 1 kursi. Dengan demikian, masyarakat pemilih di Kabupaten Raja Ampat nantinya dapat memilih pemimpinnya yang baik, yang sungguh sungguh bekerja dan berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya. Demikianlah yang menjadi catatan terpenting dalam persoalan Pilkada Raja Ampat sesungguhnya.
(tjo; foto ist