SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan agenda membahas pemberdayaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) serta harmonisasi regulasi perkoperasian. RDPU ini menghadirkan pakar, akademisi, serta perwakilan Perum BULOG untuk memberikan pandangan dan masukan terhadap arah kebijakan dan implementasi koperasi di tingkat daerah. Rapat berlangsung di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua BULD DPD RI Agita Nurfianti, yang menegaskan bahwa koperasi adalah instrumen strategis dalam memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dan mewujudkan pemerataan ekonomi nasional sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Program percepatan pembentukan 80.000 KDMP sebagaimana diinstruksikan melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2025 menjadi salah satu fokus pengawasan DPD RI.
“DPD RI mendorong agar percepatan pembentukan koperasi tidak hanya sebatas angka, tetapi benar-benar mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat di akar rumput. Harmonisasi regulasi pusat dan daerah menjadi kunci agar koperasi tidak berhenti sebagai formalitas, melainkan tumbuh sebagai lembaga ekonomi yang berdaya saing,” ujar Agita, senator asal Jawa Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Pakar Perkoperasian dan Ekonomi Kelembagaan Berbasis Masyarakat Prof. Rully Indrawan menekankan bahwa program percepatan pembentukan KDMP sebagaimana diamanatkan Inpres 9/2025 harus diarahkan menjadi instrumen nyata ketahanan pangan nasional, bukan sekadar menambah jumlah koperasi berakta tanpa makna.
Rully menilai kompleksitas KDMP jauh lebih berat dibanding lembaga koperasi di masa lalu. Ada risiko koperasi papan nama, lemahnya tata kelola, potensi tumpang tindih dengan BUMDes, hingga risiko penyalahgunaan dana. “Kalau detail pengaturan tidak jelas, program 80 ribu koperasi ini bisa menimbulkan skeptisisme publik dan justru melemahkan kepercayaan pada koperasi sebagai lembaga konstitusi ekonomi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur SDM dan Umum Perum BULOG Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto menyampaikan bahwa BULOG siap menjadi mitra KDMP dalam penyelenggaraan pangan, distribusi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), serta outlet Rumah Pangan Kita (RPK) yang menjual beras, minyak goreng, dan komoditas pangan strategis. BULOG juga menekankan pentingnya pembentukan koperasi sekunder di tingkat kabupaten/kota untuk memperkuat akses pasar, permodalan, dan manajemen usaha.
Menurut Sudarsono, koperasi memiliki posisi strategis sebagai pilar ekonomi rakyat, terutama dalam mengintegrasikan peran petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro agar dapat terlibat langsung dalam rantai pasok pangan. “KDMP harus menjadi motor ekonomi desa yang dikelola dengan prinsip keterlekatan moral, sosial, dan geografis, bukan sekadar formalitas kelembagaan,” ujarnya.
Direktur Bisnis Perum BULOG Febby Novita menambahkan bahwa KDMP bukanlah koperasi biasa, melainkan bagian dari perluasan jaringan distribusi Cadangan Pangan Pemerintah. “Perum BULOG melihat KDMP bukan hanya sebagai koperasi biasa, tetapi sebagai Rumah Pangan Kita (RPK) yang mampu memperluas jaringan distribusi Cadangan Pangan Pemerintah, termasuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk beras, jagung, kedelai, serta berbagai bantuan pangan lainnya,” jelas Febby.
Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow menyoroti ketiadaan payung hukum untuk pengelolaan Koperasi Merah Putih. “Pengelolaan Koperasi Merah Putih di daerah masih terkendala pada payung hukumnya. Perlu harmonisasi agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi antara Kementerian Koperasi, Kementerian Desa, dan Kementerian Hukum. Jika regulasi sudah jelas, pengelolaan menjadi lebih tertata, apalagi dana yang dialokasikan juga besar. Jangan sampai terjadi salah kelola,” ujarnya.
Senator dari Jawa Tengah Muhdi menambahkan bahwa urgensi penguatan KDMP harus diikuti dengan revisi UU Perkoperasian. “Kita sekarang sudah mengambil pilihan KDMP, sementara revisi UU baru sedang berjalan untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Mumpung belum disahkan, UU Perkoperasian juga harus menyesuaikan dengan UU KDMP, agar dana yang besar dapat tepat guna ketika dasar hukumnya sudah kuat,” ungkap Muhdi.
Dalam RDPU ini juga mengemuka sejumlah isu krusial, yakni belum selarasnya perda perkoperasian dengan regulasi terbaru (UU Cipta Kerja, UU PPSK, dan Inpres 9/2025), potensi tumpang tindih kelembagaan antara KDMP dan BUMDes, lemahnya tata kelola dan kapasitas SDM koperasi, risiko penyalahgunaan dana, serta kebutuhan dukungan anggaran, pelatihan, dan pendampingan terpadu dari pemerintah daerah.
Stefanus juga menegaskan perlunya harmonisasi regulasi perkoperasian agar tidak menimbulkan fragmentasi hukum dan kebingungan di daerah. Selain itu, DPD RI mendorong model pemberdayaan koperasi berbasis komunitas wirausaha yang menekankan budaya kerja dan kolaborasi dengan BUMN maupun sektor swasta.
“DPD RI akan terus mengawal implementasi KDMP agar benar-benar menjadi wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Sinergi pemerintah pusat, daerah, BUMN, serta masyarakat adalah kunci agar koperasi mampu menjawab tantangan ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat,” tegas Senator dari Sulawesi Utara ini.
(Anton)