SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Imunoterapi kini menjadi salah satu terobosan paling menjanjikan dalam dunia pengobatan kanker modern. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada penghancuran sel kanker secara langsung, tetapi juga mengoptimalkan sistem imun tubuh agar mampu mengenali dan melawan sel ganas secara efektif.
Hal itu mengemuka dalam webinar bertajuk “From Bench to Bedside: Advances and Challenges in Cancer Immunotherapy” yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Rabu (8/10). Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah peneliti dan praktisi kesehatan dari dalam maupun luar negeri.
Revolusi Pengobatan Kanker
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, menyebut imunoterapi sebagai revolusi besar dalam dunia onkologi.
“Imunoterapi kanker adalah revolusi dalam dunia onkologi. Pendekatan ini tidak hanya menyerang sel kanker, tetapi juga mengaktifkan mekanisme alami tubuh,” ujar Indi dalam sambutannya.
Menurut Indi, tantangan terbesar dalam pengembangan imunoterapi adalah menjembatani hasil riset dengan penerapan klinis. “Kita perlu memastikan hasil penelitian dapat diakses secara luas dan berkeadilan, sehingga terapi imun ini benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” tambahnya.
Temuan Penting dari Peneliti BRIN
Peneliti Pusat Riset Biomedis BRIN, Bugi Ratno Budiarto, memaparkan hasil risetnya yang menunjukkan keterkaitan antara mekanisme perbaikan DNA (DNA Damage Response/DDR) dengan aktivitas sel T sitotoksik (CD8) — komponen penting dalam sistem imun yang menyerang tumor.
“Ketika sel imun menghadapi stimulasi antigen berulang, muncul kondisi ‘kelelahan’ yang justru memicu aktivasi protein DDR seperti ATR dan ATM,” jelas Bugi.
Namun, lanjutnya, ketika diferensiasi menuju kelelahan ini dihambat menggunakan inhibitor DDR, aktivitas molekul efektor seperti TNF-α dan interferon meningkat signifikan.
“Artinya, pengaturan jalur DDR dapat menjadi strategi baru menjaga daya serang sel imun terhadap tumor,” ungkapnya.
Penelitian lanjutan Bugi juga menunjukkan, melalui multiplex spatial proteomics, bahwa sel CD8 yang mengalami tanda kelelahan justru berinteraksi aktif dengan sel imun lain di mikro-lingkungan tumor.
“Analisis spasial memperlihatkan posisi dan interaksi antarsel di dalam tumor sama pentingnya dengan jumlah sel imun. Keduanya memengaruhi prognosis pasien dan respons terhadap imunoterapi,” tambahnya.
Komitmen BRIN Kembangkan Sains Translasi
Kepala Pusat Riset Biomedis BRIN, Sunarno, menegaskan bahwa kekuatan riset biomedis bukan hanya pada penemuan ilmiah, tetapi pada dampak nyata bagi masyarakat.
“Perjalanan imunoterapi dari laboratorium ke rumah sakit mencerminkan esensi sains translasi. BRIN berkomitmen memastikan riset biomedis memberikan solusi konkret yang meningkatkan kualitas hidup manusia,” tegasnya.
Kolaborasi Ilmuwan dan Praktisi Medis
Dalam forum tersebut, Edi Setiawan Tehuteru dari Rumah Sakit Mayapada Tangerang juga membagikan pengalaman klinis penerapan imunoterapi dan transplantasi sel punca yang terbukti meningkatkan angka kesembuhan pasien leukemia anak di Indonesia.
Sementara itu, Lim Teck Onn, Senior Consultant dari Malaysia Association for Cell and Gene Therapy, menyoroti kemajuan CAR-T cell therapy, yakni terapi genetik yang memanfaatkan sel imun tubuh untuk mengenali dan menghancurkan sel abnormal.
Harapan Baru Bagi Pasien Kanker
Melalui kegiatan ini, BRIN menegaskan peran strategisnya dalam memperkuat riset biomedis nasional dan membangun ekosistem kolaborasi internasional di bidang kesehatan. Upaya tersebut sejalan dengan visi BRIN menjadikan riset sebagai fondasi inovasi dan kemandirian bangsa di bidang bioteknologi.
“Dengan penguasaan ilmu dan teknologi, kita dapat mengubah tantangan menjadi peluang dan menjadikan riset sebagai motor penggerak kesehatan bangsa,” pungkas Ni Luh Putu Indi Dharmayanti.
(Anton)