SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Presiden Joko Widodo memberikan beasiswa kuliah kepada seorang mahasiswa bernama Devid Telussa, putra dari pasangan Hamid Monoarfa dan Siti Mafira, di Kota Manado, Sulawesi utara.
Ceritanya bermula saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke salah satu tempat wisata di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, untuk meresmikan penataannya, pada 20 Januari 2023.
Keterangan tertulis dari Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menyebutkan bahwa pada saat kunjungan Presiden di Manado itu, dari tengah kerumunan massa, muncul seorang ibu yang berusaha melewati penjagaan Paspampres dan berteriak.
Ibu itu diketahui bernama Siti Mafira, seorang penjual puding di Kota Manado.
“Pak Jokowi, Pak Jokowi, saya torang mau bercerita, Pak Jokowi, torang mau bercerita. Kita mau kasih tahu keluhan hati, Bapak Jokowi. Pak Jokowi tolong lihat ke saya, saya mau bercerita,” ujar Siti menceritakan kembali kisah pertemuannya dengan Kepala Negara.
Mendengar teriakan itu, Presiden Jokowi melihat ke arah Siti dan langsung melambaikan tangannya. “Mari, Bu,l. Ke sini, Bu. Ibu punya keluhan apa? Ke sini, Bu.”
Penjagaan di hadapan Siti kemudian terbuka, mempersilakannya mendekat kepada Presiden. Rupanya, Siti sempat berdoa pada malam-malam sebelumnya agar suatu hari dapat berjumpa Kepala Negara.
Keinginan Siti pun terkabul saat itu. Begitu berjumpa Presiden, sambil menggenggam erat tangan Presiden Jokowi, Siti menyampaikan keluhan hatinya.
Kepada Presiden, ia bercerita tentang dirinya yang tidak bisa membayar uang kuliah tunggal (UKT) anaknya, Devid Telussa.
“Saat itu juga Pak Jokowi terima saya dengan baik, minta KTP saya. ‘Ibu ada KTP?’ ‘Ibu ada nomor HP?’ Ada, Pak Jokowi,” lanjutnya bercerita.
Singkat cerita, selepas pertemuan tersebut Siti dihubungi oleh staf Kepresidenan yang meminta data anaknya untuk bisa mendapatkan beasiswa dari Presiden Jokowi.
Siti yang saat itu sedang berjualan puding di sekitar RSUP Prof. Kandou, Kota Manado, menangis dan terduduk, sambil mengucap syukur. Ia tidak menyangka keluh kesahnya–yang disampaikan dalam pertemuan singkatnya dengan Presiden saat acara peninjauan–ditindaklanjuti dan dikabulkan.
“Ya Allah, terima kasih. Ya Allah telah kabulkan saya baca doa selama ini,” ujarnya sambil terisak.
Devid Telussa, anak Siti lahir dari keluarga yang tidak berkecukupan. Saat ini, pria berusia 19 tahun tersebut duduk di semester II di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi.
Sehari-hari Siti mencoba membantu suaminya, Hamid bekerja sebagai sopir serabutan, untuk mencari tambahan penghasilan dengan berdagang puding.
Penghasilan keduanya tidak cukup untuk membayar UKT Devid.
Bahkan, saat mendaftar untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Devid harus meminjam uang pendaftaran sebesar Rp150 ribu kepada orang tua temannya.
“Waktu mau masuk itu banyak sekali kendala, soal administrasi waktu ikut SBMPTN uang juga hanya pinjam untuk pendaftaran. Bahkan sampai sekarang Devid hanya mencicil karena belum bisa mengembalikan,” tutur Devid di rumahnya di daerah Malalayang Satu, Manado.
Sebetulnya ayah Devid, Hamid Monoarfa, ingin anak pertamanya itu segera bekerja selepas lulus dari jurusan jaringan dan komputer di SMK.
Sebagai orang yang secara ekonomi berkekurangan, Hamid menyadari begitu besarnya biaya untuk menguliahkan anaknya.
Namun, melihat tekad anaknya yang sangat kuat untuk melanjutkan studi, membuat ia dan istri berupaya sekuat tenaga agar Devid bisa kuliah.
“Akan tetapi orang tua juga berpikir, bagaimanapun coba usaha. Pertama kali itu berusaha untuk masuk dulu. Jadi kami berusaha untuk membayar yang pertama itu. Itu Rp3 juta, itu tidak sepenuhnya dari kami. Sebagian kami pinjam dari teman-teman. Sampai sekarang belum lunas, tapi mereka bilang mereka ikhlas,” cerita Hamid.
Di mata kedua orang tuanya, Devid adalah anak yang rajin dan penurut. Jika Devid sedang belajar, ia sering lupa waktu.
Tak jarang makanan yang disimpan untuk Devid juga menjadi basi karena Devid pulang larut malam untuk belajar di luar rumah.
IP memuaskan
Tak heran jika Devid bisa meraih nilai memuaskan di semester pertamanya kuliah dengan indeks prestasi 3,6. Di sela-sela kuliahnya, Devid juga terkadang bekerja paruh waktu mencuci piring di sebuah restoran.
“Dia (Devid) mengerti dengan keadaan saya, tidak pernah menuntut. Kalau Devid mau pergi kuliah, atau waktu dia di SMK, dia jalan kaki, enggak ada uang jadi jalan kaki sampai sekolah,” kata Ibu Siti.
Meski serba berkekurangan, Siti berkeyakinan jika ilmu adalah harta yang paling indah dan paling luar biasa untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, Siti selalu berusaha sekuat tenaga agar bisa menyekolahkan anak-anaknya demi masa depan.
“Harta yang paling indah, harta yang paling luar biasa adalah ilmu. Karena itu, saya akan berusaha, apa pun untuk anak dan masa depannya,” ujar Ibu Siti.
Kini, Siti dan Hamid bisa bernapas lega karena Devid Telussa telah mendapatkan bantuan beasiswa dari Presiden Jokowi hingga selesai kuliah.
Devid pun sangat bersyukur dengan beasiswa tersebut dan bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan serta akan menyelesaikan kuliah dengan sebaik-baiknya.
“Saya juga banyak berterima kasih kepada Bapak Jokowi karena telah membantu studi saya. Ini salah satu bantuan yang sangat berharga untuk saya,” papar Devid.
Beasiswa tersebut bukan saja melepaskan beban orang tuanya, melainkan menjadikan Devid bisa lebih fokus belajar karena tak lagi dibayangi kesulitan bayar UKT. (ANT/AM)