SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyampaikan peringatan terkait dampak disrupsi yang dibawa oleh kemajuan teknologi artificial intelligence (AI) terhadap dunia pendidikan. Dalam Pembekalan Kebangsaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada Tanoto Scholars Gathering 2024 yang digelar secara virtual, Senin (29/7/2024), Bamsoet menyoroti bagaimana AI generatif seperti ChatGPT dan Gemini memungkinkan siswa dan mahasiswa untuk mengakses pengetahuan akademik dengan mudah, bahkan tanpa perlu berinteraksi dengan guru atau dosen di kelas.
“Pasar teknologi AI di dunia pendidikan telah meningkat pesat, dari USD 36,37 juta pada tahun 2020 menjadi USD 2,5 miliar pada tahun 2022, dan diprediksi akan mencapai USD 88,2 miliar pada tahun 2032,” ujar Bamsoet, mengutip berbagai laporan seperti Grand View Research, Deloitte, dan Allied Market Research. Angka-angka ini menunjukkan betapa masifnya perkembangan AI di sektor pendidikan.
Bamsoet, yang juga merupakan Dosen Tetap Pascasarjana di beberapa universitas terkemuka di Indonesia, mengakui bahwa keberadaan AI membawa tantangan tersendiri bagi para pendidik. “Sebagai dosen, saya harus bekerja lebih keras untuk mengoreksi tugas dan disertasi mahasiswa. Saya harus bisa membedakan mana yang benar-benar dikerjakan oleh mahasiswa dan mana yang dikerjakan oleh AI,” ungkapnya. Ia mengingatkan agar para peserta didik bijaksana dalam menggunakan AI, serta menggunakannya untuk memperluas pengetahuan, bukan sekadar alat untuk copy-paste tugas.
Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet juga menekankan pentingnya dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi, termasuk AI. “AI seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran dan manajemen pendidikan. Namun, orientasi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada kecerdasan akademik saja, melainkan juga harus menekankan pada pembentukan karakter,” tegasnya.
Bamsoet juga mengingatkan urgensi penanaman wawasan kebangsaan di tengah perkembangan teknologi yang pesat. Ia menyebutkan bahwa banyak survei menunjukkan melemahnya penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila. Misalnya, survei CSIS tahun 2017 menunjukkan 9,5 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Sementara itu, survei tahun 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda mencatat 19,5 persen responden tidak yakin bahwa nilai-nilai Pancasila relevan bagi kehidupan mereka.
“Berbagai hasil survei tersebut menggambarkan betapa Pancasila semakin terealisasi dan terpinggirkan dari diskursus kebangsaan generasi muda bangsa,” tutup Bamsoet, seraya menegaskan bahwa wawasan kebangsaan harus tetap menjadi prioritas dalam pendidikan, bersamaan dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif.
DSK| Foto: Humas MPR RI