SUARAINDONEWS.COM, JAKARTA – Artificial Intelligence (AI) dapat mewarnai hoaks di pilpres 2024. Hal itu disampaikan oleh Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam kuliah umum Political Marketing Mini MBA yang digelar di kantor LSI, Jakarta pada Sabtu (28/10/2023).
Kuliah umum ini digelar sebagai hasil kerjasama antara LSI Denny JA, Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) dan Kuncie dan merupakan bagian dari program Executive Education: Mini MBA Political Marketing.
Kuliah umum ini digelar untuk memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya pemasaran politik dalam konteks demokrasi modern.
Denny JA memulai kuliah umumnya dengan siaran video Jokowi yang fasih dalam berbahasa Mandarin, yang ternyata merupakan produk deepfake technology.
Mengutip dari Reuters News, Denny JA menyoroti fenomena global di mana telah beredar 500.000 video dan audio palsu atau deepfake sepanjang tahun 2023.
Menurutnya, hal ini mengkhawatirkan, baik di Indonesia maupun dalam konteks Pilpres. Di mana AI semakin mudah digunakan untuk memproduksi video palsu yang tampak sangat meyakinkan, ini pun pernah terjadi di Pilpres Amerika Serikat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa, banyak publik tidak dapat membedakan video asli dan palsu, karena deepfake teknologi yang dapat menirukan suara, wajah, dan mimik wajah dengan sangat baik.
“Perbedaannya hanya terletak pada gerakan bibir dan pesan yang dimanipulasi,” kata Denny JA.
Denny J.A menyatakan bahwa video palsu Jokowi tersebut hanya awal dari gelombang video palsu yang akan datang. Ia menekankan, video yang dibuat oleh AI itu sangat sulit untuk dibedakan.
“AI semakin canggih dalam menciptakan hoaks yang semakin sulit dikenali,” ujar Denny JA.
Oleh karena itu, sebagai solusi, Denny JA memberikan tiga tips penting kepada publik yang harus menjadi perhatian penting.
Pertama, hanya menyebarkan berita berdasarkan sumber yang kredibel.
“Hanya menyebarkan berita dari sumber media yang telah membangun reputasi kredibel dan memilii filter untuk membedakan hoaks dan fakta,” kata Denny JA.
Selanjutnya yang kedua, sambungnya, memperbanyak cek fakta. Menurutnya, hal ini sangat penting dilakukan di era perkembangan teknologi yang begitu cepat.
“Meningkatkan sumber-sumber cek fakta, termasuk yang disediakan oleh media besar dan pemerintah, untuk memverifikasi berita-berita viral,” ujar Denny JA.
Ketiga, yakni kerja sama dengan lembaga cek fakta. Disampaikan Denny JA, platform media sosial harus bekerja sama dengan cek fakta.
“Platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan WhatsApp, harus bekerjasama dengan lembaga cek fakta untuk memfilter hoaks,” terang Denny JA.
Selain membahas topik tentang AI, Denny JA juga menjelaskan isu-isu kunci dalam pilpres menggunakan teori yang ia ciptakan dan tulis dalam bukunya yang berjudul “Membangun Legacy, 10 P untuk Marketing Politik: Teori dan Praktik.”
Selain kuliah umum, pada acara yang sama juga digelar talksow guest lecture bersama Sunarto Ciptoharjono, Ketua Umum Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) yang menjelaskan peran penting lembaga survei dalam demokrasi dan memberikan panduan tentang cara membedakan lembaga survei kredibel dari yang tidak kredibel.
Program Mini MBA Political Marketing ini merupakan satu-satunya program yang memberikan materi komprehensif, tidak hanya dari teori tetapi juga implementasi dalam isu-isu politik yang aktual.
(ANTON)