SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, diberikan tiga mandat untuk mendukung program ini. Mandat tersebut antara lain memberikan beasiswa pendidikan bagi korban dan anak-anak korban, memberikan bantuan perlengkapan, peralatan kebudayaan, dan memberikan bantuan fasilitas pendidikan.
Berkaitan dengan mandat tersebut, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudriset RI, Abdul Kahar, mengatakan bahwa untuk mengimplementasi Inpres tersebut, Kemendikbudristek RI memberikan beasiswa pendidikan di tiga lokasi yang menjadi target yaitu Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Selatan.
Pemberian beasiswa ini sesuai dengan kebutuhan warga dari tiga kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh. Dari data yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Kemendikbudristek menerima 77 orang yang masuk alam daftar kebutuhan. Setelah dilakukan penelahaan data pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di Pusdatin Kemendikbudrisek, dari 77 anak terdapat 53 anak masih usia sekolah, setelah ditelusuri lebih lanjut ada 19 anak yang terdata aktif di Dapodik,” ungkap Kahar.
Selanjutnya dikatakan Kahar, dari 19 anak yang terdata aktif di Dapodik, terdapat tujuh anak yang sudah mendapatkan Progam Indonesia Pintar (PIP) secara reguler, dan ada sembilan anak yang masih bersekolah dan belum menerima PIP sehingga Kemendikbudristek dapat jajaki dan tetapkan untuk mendapatkan beasiswa pendidikan ini.
Kahar menambahkan, sembilan anak yang mendapatkan beasiswa Pendidikan berasal dari berbagai jenjang, antara lain tujuh siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sedangkan yang 34 Siswa lagi masih usia sekolah tapi tidak terdata dalam Dapodik, sudah dilakukan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan agar menelusuri keberadaan anak tersebut. Apabila yang bersangkutan putus di tengah jalan, sedapat mungkin dimasukkan kembali ke satuan pendidikan baik formal maupun non formal, sedangkan yang sudah tamat dalam dalam satu jenjang agar didorong supaya melanjutkan ke jenjang berikutnya sampai ke perguruan tinggi.
“Program bantuan yang diberikan oleh Kemendikbudristek kepada korban dan anak-anak korban merupakan program yang bersifat tindakan afirmatif untuk masyarakat Aceh, demikian juga di titik-titik lokasi lainnya yang masuk ke dalam indentifikasi pelanggaran HAM berat yang butuh penanganan non yudisial. Secara nasional ada 12 lokasi,” ungkap Kahar.
Provinsi Aceh dipilih secara awal dimulainya realisasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat lebih didasarkan pada tigal hal, pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap Kemerdekaan Republik Indonesia, kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004, dan ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Pada peluncuran program pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di Indonesia, Presiden Jokowi menyerahkan secara simbolis bantuan dan hak-hak korban maupun ahli waris kepada delapan perwakilan penerima. (Ahmad Djunaedi)