SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 yang menyeret ratusan biro perjalanan. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan ada sekitar 400 travel haji dan 13 asosiasi yang masuk radar penyidikan.
Menurut Asep, jumlahnya yang masif membuat proses penanganan perkara berjalan lebih lama.
“Itu kan hampir 400 travel (haji) yang membuat ini juga agak lama. Orang jadi tidak sabar, kenapa enggak cepat diumumkan tersangka. Kita harus betul-betul firm, karena masing-masing travel menjual kuotanya dengan cara berbeda-beda,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (18/9).
Kuota Tambahan Jadi Sorotan
Kasus ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Arab Saudi pada 2024. Pemerintah kemudian membagi kuota itu 50% untuk haji reguler, 50% untuk haji khusus.
Masalahnya, skema tersebut diduga menabrak aturan UU No. 8/2019, yang mengatur porsi haji khusus maksimal hanya 8% dari total kuota nasional.
Dari sinilah muncul dugaan adanya praktik jual beli kuota dan aliran dana mencurigakan yang kini ditelusuri KPK.
Kerugian Diduga Tembus Rp1 Triliun
KPK menduga praktik penyimpangan kuota ini merugikan negara lebih dari Rp1 triliun. Uang-uang hasil dugaan korupsi itu disebut tidak berhenti di travel saja, melainkan mengalir dan “berkumpul” pada pihak tertentu yang berperan sebagai “juru simpan”.
“Kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini berpindah dan berhentinya di siapa, karena kami yakin benar ada juru simpannya. Kalau sudah ketahuan uang-uang ini mengumpul pada seseorang, itu akan memudahkan penyidik melakukan tracing,” jelas Asep.
Nama Pejabat hingga Publik Figur Muncul
Dalam penyidikan, sejumlah nama penting sudah diperiksa, di antaranya:
- Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama.
- Hilman Latief, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), yang diperiksa hingga 11 jam terkait dugaan aliran dana ke dirinya.
- Ustaz Khalid Basalamah, pemilik biro perjalanan haji, juga dipanggil sebagai saksi setelah mengaku ditawari kuota haji khusus dengan “uang percepatan” sekitar USD 2.400 per kuota oleh oknum Kemenag.
Uang itu sempat diserahkan, tetapi dikembalikan setelah kasus mencuat di publik dan DPR.
KPK Minta Publik Bersabar
Hingga kini, KPK belum mengumumkan tersangka. Asep menegaskan, lembaganya tak ingin gegabah agar kasus bisa diusut tuntas dan jelas ke mana aliran dana mengalir.
“Tidak harus setiap orang yang mengumpulkannya (jadi tersangka). Kita cari siapa juru simpannya. Kalau sudah ketemu, proses hukum akan lebih mudah,” katanya.
Catatan
Kasus ini jadi sorotan karena menyangkut hak ibadah jutaan umat Islam Indonesia. Publik kini menunggu siapa saja pejabat maupun pihak swasta yang resmi ditetapkan tersangka, sekaligus bagaimana KPK memastikan dana umat tidak lagi “diperdagangkan” lewat kuota haji.
(Anton)