SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid minta pondok pesantren telibat secara aktif dalam mengisi kemerdekaan agar negara ini tidak menjadi negara liberal apalagi negara komunis.
Hal ini dikatakan Hidayat Nur Wahid ketika membuka acara dialog kebangsaan kerjasama MPR RI dengan Panitia Peringatan 90 Tahun Gontor di gedung MPR RI Jakarta, Senin (8/8/2016).
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini Pondok Pesantren yang ada di seluruh Indonesia ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Termasuk Pesantren Modern Gontor Darussalam, yang harus terus melanjutkan nilai-nilai Gontor dalam mengisi kemerdekaan RI.
Hadir sebagai pembicara pembicara antara lain Dr. Jimly Asshiddiqie, Dr. Yudi Latief, Ketua Panitia 90 Tahun Gontor Dr. Ismail Budi Prasetyo dan lain-lain.
Kerjasama ini kata alumni Gontor tersebut menunjukkan bahwa Gontor terbuka untuk kerjasama dengan institusi manapun juga MPR RI. Apalagi alumni Gontor, alm. KH. Idham Cholid yang juga pernah menjadi Ketua Umum PBNU pernah menjadi Ketua MPR di era pemerintahan Bung Karno.
Dengan demikian, maka Gontor ini menurut Hidayat memang tidak berjarak dengan institusi negara, karena sejak awal terlibat dalam perjuangan kemerdekaan NKRI, menjadi korban G 30 S PKI 1965, dan Gontor selalu bersama TNI dan ormas Islam lainnya untuk menyelamatkan Indonesia.
Karena itu dalam konteks NKRI kata politisi PKS itu, pesantren harus menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk mengisi kemerdekaan RI, agar bangsa dan negara ini tidak menjadi komunis, kapitalis, liberalis dan sebagainya. “Pesantren harus terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan RI ini agar negara ini tidak menjadi komunis, liberalis, maupun kapitalis,” katanya.
Hal senada diungkapkan Jimlly Assidique. Menurutnya, Hukum negara dan hukum agama merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pasalnya, ideologi negara berupa Pancasila merupakan perwujudan marwah keagamaan dan kesepakatan sosial kemasyarakatan daripada sekumpulan etnis-etnis nusantara.
“Satu kesatuan antara hukum negara dan hukum agama diwujudkan dalam norma-norma Pancasila, yang merupakan intisari daripada UUD 1945 berupa kebhinnekaan tunggal ika dengan implementasi dalam negara kesatuan republik Indonesia (NKRI),” ujar Jimly
Kondisi seperti itulah, ia menambahkan, yang harus difahami komunitas Ponpes Gontor dan seluruh elemen masyarakat Indonesia bahwa syariat agama (Islam) dan hukum negara sama-sama wajib ditaati bersama.
Dua hukum itu diciptakan untuk saling mengisi demi tercapainya negara yang Baldatun Toyyiban wa Robbur Gofur (aman dan nyaman) bagi seluruh anak bangsa. “Sesuai tujuan Islam yang Rahmatan lil Alamin, rahmat bagi seluruh alam, ” katanya.(EKJ)