SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Nabire, Papua Tengah, Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menangani konflik keamanan yang belakangan ini kembali memanas di wilayah Papua Tengah. Hal tersebut disampaikan dalam kunjungan reses DPD RI Masa Sidang V di Nabire, Papua Tengah, pada 2–6 Juni 2025.
Dalam kunjungannya, Yorrys menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan di Papua Tengah, mulai dari unsur Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah (DPRPT), Majelis Rakyat Papua (MRP), hingga aparat keamanan seperti Kapolda Papua Tengah, Kepala BIN Daerah, dan Danrem 173.
Menurut Yorrys, eskalasi kekerasan antara aparat keamanan dengan kelompok bersenjata yang mengatasnamakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM), telah menyebabkan situasi sosial yang tidak kondusif di beberapa kabupaten, seperti Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Paniai, dan Dogiyai.
“Konflik bersenjata ini menyebabkan masyarakat hidup dalam ketakutan. Fasilitas publik seperti sekolah dan rumah sakit lumpuh, dan ini berdampak langsung terhadap masa depan anak-anak Papua,” ujar Yorrys pada Rabu (5/6).
Dalam sejumlah pertemuan bersama unsur pemerintahan daerah, terungkap bahwa konflik yang terjadi saat ini merupakan akumulasi dari persoalan lama yang belum tertangani secara tuntas, seperti rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), minimnya kesejahteraan, kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang masih tertinggal, hingga belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam.
“Banyak persoalan yang menjadi pekerjaan rumah besar pasca pemekaran. Pemerataan kesejahteraan dan pemenuhan rasa keadilan menjadi hal yang mendesak dan tidak bisa ditunda,” tegas Yorrys.
Yorrys menegaskan bahwa semangat pemekaran daerah di Papua adalah membuka akses pembangunan dan mempercepat kemajuan. Namun demikian, proses tersebut harus diikuti dengan evaluasi dan kebijakan terintegrasi agar tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.
Yorrys juga menyoroti pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah pusat, yang dinilainya harus mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat Papua sendiri.
“Penambahan personel aparat keamanan non-organik harus mempertimbangkan masukan dari masyarakat dan pemerintah daerah, karena mereka yang memahami secara langsung kondisi riil di lapangan,” jelasnya.
Ia mendorong adanya komunikasi yang lebih intensif antara pusat dan daerah agar penanganan konflik dapat dilakukan secara komprehensif dan tidak menimbulkan gejolak sosial berkepanjangan.
Selain isu keamanan, Yorrys juga menyoroti pentingnya percepatan pembangunan di sektor pendidikan dan kesehatan. Ia menilai, ketersediaan dana Otonomi Khusus serta kekayaan alam Papua seharusnya menjadi modal besar dalam meningkatkan kualitas layanan dasar bagi masyarakat.
Yorrys mendorong seluruh pemangku kepentingan di Papua Tengah untuk menyusun kebijakan yang terarah melalui produk hukum daerah, seperti Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), sebagai turunan dari Undang-Undang Otonomi Khusus.
“Dengan dukungan visi dan misi yang sinergis, Papua Tengah dapat menghasilkan kebijakan terbaik yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan,” tutup Yorrys.
(Anton)