SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno menilai dengan dijadikannya Indonesia sebagai tuan rumah sekaligus keketuaan/Presidensi G20 dapat menjadi momentum untuk mencegah spillover effect yang terjadi dalam Perang Rusia versus Ukraina.
Spillover effect adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu peristiwa di suatu negara terhadap ekonomi negara lainnya.
“Karena itu, kita terus mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan jalur diplomasi, karena (perang) ini menyangkut ekonomi dan perdagangan dunia. Jadi, jangan sampai spillover effect yang memicu pula negara-negara lain contohnya misalnya China dengan Taiwan,” ujar Dave, Jumat (4/3/2022).
Meskipun demikian, Dave memahami bahwa G20 lebih menekankan pada persoalan ekonomi dan keuangan. Sementara, persoalan perang tersebut lebih kepada persoalan politik dan diplomasi internasional.
Namun, Dave menilai tidak ada salahnya jika Indonesia sebagai tuan rumah membahas dan menaikkan persoalan invasi ini untuk melihat komitmen dari negara-negara G20 ini seperti apa dukungannya terhadap Ukraina.
“Karena banyak kekhawatiran kalau Rusia lakukan agresi militer lebih luas akan memicu Perang Dunia III. Rusia memiliki kemampuan untuk melakukan serangan balik yang mematikan bagi negara-negara yang intervensi kebijakannya tersebut,” jelas Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini.
Dave menilai Indonesia harus lebih mengambil peran sentral dalam mengingatkan negara-negara sahabat agar jangan sampai perang Rusia versus Ukraina menjadi sebab invasi-invasi lainnya.
Diketahui, keketuaan/Presidensi G20 Indonesia sekaligus menjadi tuan rumah, sejak 1 Desember 2021 hingga akhir 2022. Presidensi G20 Indonesia telah menetapkan tiga isu prioritas, yaitu arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital dan ekonomi.
Sarana desak Rusia
Dalam kesempatan ini, Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno mendukung momentum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 menjadi sarana untuk mendesak penghentian invasi Rusia ke Ukraina melalui jalur-jalur diplomasi.
Sebab, Indonesia sudah menegaskan diri sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 untuk menolak penjajahan di seluruh dunia dan menjadikan perdamaian adalah hak segala bangsa.
“Kita terus mendorong agar upaya perdamaian di Ukraina melalui semua forum yang kita miliki, yang kita dapatkan akses. Apakah itu di UN (United Nations), IPU atau forum-forum multilateral atau bilateral lainnya. Dalam rangka untuk mendesak agar dihentikan pertempuran ini, sehingga perdamaian di dunia kembali terjadi,” katanya.
Untuk informasi, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan IPU ke-144 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada 20-24 Maret 2022 mendatang. Forum tersebut akan dihadiri oleh 1000-1500 peserta, yang berasal dari 179 negara atau pimpinan parlemen bersama delegasinya. Adapun per 2 Maret 2023, para delegasi yang berasal dari 87 negara terkonfirmasi akan hadir dalam acara IPU ini.
Di sisi lain, Dave menjelaskan upaya perdamaian melalui jalur diplomasi itu perlu dihadirkan untuk menjamin kestabilan, khususnya sektor ekonomi dan perdagangan dunia.
Saat ini, mungkin belum terasa, tetapi dalam waktu tidak begitu lama akan cukup terasa bagi perekonomian Indonesia. Hal itu mengingat Indonesia dengan Rusia dan Ukraina terlibat dalam perdagangan bilateral satu sama lain, baik komoditas seperti gandum maupun industri peralatan perang dari Rusia.
“Jadi dampak ini yang harus segera ditangani. Pemerintah juga harus menyiapkan contingency plan-nya bila berhenti sumber daya dari negara penyuplai tersebut, sudah harus dicari penggantinya,” tambah Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.
Jika suplainya menurun, sementara permintaan dari beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkat, maka akan berefek kepada harga internasional yang ikut meningkat.
“Jadi harus dipikirkan makro dan mikro ekonomi Indonesia. Dan juga harus diperhatikan dari awal sehingga tidak ada inflasi yang bergejolak, tidak terkontrol,” ujar legislator dapil Jawa Barat VIII tersebut.
Menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), perdagangan Indonesia dengan Rusia berjumlah 2,75 miliar dollar AS pada 2021.
Angka tersebut tumbuh 42,25 persen dibanding tahun 2020 yang hanya 1,93 miliar dollar AS, sekaligus menjadi capaian tertinggi dalam beberapa tahun belakangan.
Nilai ekspor Indonesia ke Rusia pun tumbuh 53,42 persen menjadi 1,49 miliar dollar AS sepanjang 2021 dibanding tahun sebelumnya. Semuanya merupakan komoditas non-migas.
Sedangkan impor Indonesia dari Negeri Beruang Merah tersebut tumbuh 30,89 persen menjadi 1,25 miliar dollar AS sepanjang 2021 dari tahun sebelumnya. Rinciannya, impor migas senilai 44,87 juta dollar AS dan impor non-migas mencapai 1,21 miliar dollar AS.
Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia mencatat surplus 239,79 juta dollar AS pada 2021. Capaian tersebut lebih baik dibanding dengan tahun 2020, di mana Indonesia mengalami defisit 340,38 juta dollar AS. (wwa)