SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, Kementerian Perdagangan akan terus mendorong transformasi Indonesia menjadi negara penghasil dan pengekspor barang industri dan industri berteknologi tinggi. Dengan transformasi ini, Indonesia akan mendapatkan manfaat dari ekspor barang bernilai tambah dan tidak lagi sekadar mengekspor barang mentah dan barang setengah jadi.
Beberapa sektor yang konkret menunjukkan transformasi tersebut antara lain pada ekspor komoditas besi baja, kendaraan bermotor, dan perhiasan.
Dengan transformasi ini, diharapkan dapat mencapai target perdagangan 2021 yang ditetapkan dalam rencana strategis Kemendag, yaitu pertumbuhan ekspor nonmigas 6,3 persen, serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) subsektor perdagangan besar dan eceran, bukan mobil dan sepeda motor sebesar 4,8 persen.
Komitmen tersebut disampaikan Mendag Lutfi dalam Konferensi Pers “Trade Outlook 2021” secara virtual, Jumat (29/1/2021).
“Sepuluh produk utama ekspor nonmigas Indonesia telah berkontribusi sebesar 59,8 persen terhadap kinerja ekspor nonmigas pada 2020. Di antara kesepuluh produk tersebut, ada tiga produk yang telah bertransformasi menjadi barang industri dan industri berteknologi tinggi, yaitu besi baja, kendaraan bermotor dan suku cadangnya, dan perhiasan. Kami berkomitmen terus mendorong transformasi ini,” tegas Mendag Lutfi.
Untuk besi dan baja, Indonesia merupakan negara penghasil komoditas tersebut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Bahkan, lebih dari 70 persen besi baja Indonesia diekspor ke Tiongkok.
Pada 2020, komoditas besi baja menempati urutan ke-3 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 7 persen atau senilai USD 10,85 miliar. Pertumbuhan ekspor besi baja juga cukup signifikan mencapai 46,84 persen (YoY).
“Capaian ini cukup membanggakan mengingat sebelumnya Indonesia merupakan negara pengimpor besi dan baja,” kata Lutfi.
Sementara itu, produk kendaraan bermotor dan suku cadangnya pada 2020 menempati urutan ke-6 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 4,3 persen atau senilai USD 6,6 miliar.
“Walaupun terjadi penurunan pada sektor otomotif akibat kondisi perekonomian global yang tengah lesu terimbas dampak Covid-19, potensi ekspor kendaraan bermotor dan suku cadangnya masih sangat besar,” imbuh Lutfi.
Selain itu, komoditas perhiasan juga menjadi andalan ekspor Indonesia. Produk perhiasan pada 2020 menempati urutan ke-5 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 5,3 persen dengan nilai USD 8,2 miliar.
Hampir 80 persen produk perhiasan diekspor ke Singapura, Swiss, dan Jepang. Pertumbuhan ekspornya juga positif, yakni mencapai 24,21 persen (YoY).
“Perhiasan menjadi sektor penting karena merupakan sektor padat karya yang melibatkan banyak pengrajin dan usaha kecil menengah (UKM). Ekspor perhiasan yang maju menunjukkan besarnya kreativitas pengrajin Indonesia, termasuk juga dalam hal pemasarannya,” jelas Mendag Lutfi.
Perjanjian Perdagangan di Era Kolaborasi Untuk mengoptimalkan transformasi menuju negara penghasil dan pengekspor barang industri dan industri berteknologi tinggi, perlu didukung melalui perjanjian perdagangan internasional.
Perjanjian perdagangan sangat penting karena untuk mengekspor produk lebih banyak, perlu membuka pasar yang lebih luas.
“Saat ini merupakan era kolaborasi, bukan lagi era persaingan. Untuk memajukan ekspor di era ini, kita harus membuka pasar Indonesia juga. Untuk itu, diperlukan kesiapan ekspor yang optimal agar kita mampu berkolaborasi dengan berbagai negara melalui perjanjian dagang yang sudah ada untuk saling membuka pasar, sekaligus berupaya meningkatkan nilai tambah masing-masing produk yang diekspor. Kemendag juga menargetkan penyelesaian perundingan perjanjian dagang yang masih berlangsung secepatnya,” terang Mendag.
Selain itu, peluang peningkatan ekspor ke negara-negara nontradisional juga terus digali. Ini sebagai langkah antisipatif menghadapi kondisi perekonomian di negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Ekspor Indonesia pada 2020 ke sejumlah kawasan nontradisional tumbuh cukup tinggi di tengah tekanan pertumbuhan ekonomi global, yaitu ke Eropa Barat (meningkat 17,07 persen), Australia (14,52 persen), dan Eropa Timur (99,9 persen).
“Dengan terjalinnya perdagangan yang lebih luas, diharapkan menjadi pemantik datangnya investasi yang mendorong industrialisasi. Dengan demikian, kolaborasi yang menghasilakn barang bernilai tambah dapat terwujud,” lanjut Mendag Lutfi.
Sejumlah strategi lain yang akan dilakukan untuk meningkatkan ekspor, yaitu promosi dagang di dalam dan luar negeri, seperti penyelenggaraan Trade Expo Indonesia 2021 di Indonesia dan keikutsertaan pada Expo 2020 Dubai, Uni Emirat Arab.
Selain itu, juga ada penguatan misi dagang yang meliputi forum bisnis, business matching, dan dialog bisnis. Pemanfaatan teknologi digital akan menjadi salah satu solusi dalam menggerakkan perekononiman di tengah kondisi pandemi Covid-19 dengan masih terbatasnya mobilitas antarnegara.
Adapun untuk meningkatkan daya saing produk ekspor, Kemendag juga menguatkan program Indonesia Design Development Center (IDDC), termasuk penyelenggaraan Good Design Indonesia (GDI), dan Designer Dispatch Services (DDS) untuk eksportir Indonesia dan UKM.
Tak kalah penting, pemerintah akan terus mengawal dan memastikan keamanan perdagangan produk- produk Indonesia di luar negeri dengan diplomasi perdagangan.
“Selama pandemi Covid-19, tercatat ada 37 kasus pengamanan perdagangan dari 14 negara, terdiri dari 24 kasus antidumping dan 13 kasus safeguard. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen menjalani proses baku penyelesaian sengketa di WTO terkait bahan mentah Indonesia (DS 592) dan hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak sawit oleh Uni Eropa (DS 593),” jelas Mendag Lutfi.
Neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus sebesar USD 21,7 miliar dan menjadi yang tertinggi sejak 2012. Namun, hal ini perlu diwaspadai karena surplus neraca perdagangan disebabkan penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspornya. Ekspor selama 2020 hanya turun 2,6 persen (YoY), sementara impor turun hingga 17,3 persen (YoY).
Penurunan impor yang dalam ini sebagai dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya aktivitas industri dan perdagangan, baik di dalam negeri maupun seluruh dunia.
Di dalam negeri, ini tercermin pada penurunan kinerja beberapa sektor di triwulan III-2020, seperti sektor perdagangan (-5,03 persen YoY); transportasi dan pergudangan (-16,7 persen YoY) sebagai konsekuensi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB); serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (-11,86 persen).
Perbaikan Struktur Produksi dan Konsumsi Dalam Negeri
Menurut Mendag Lutfi, penurunan impor sekaligus juga mengindikasikan pelemahan sektor produksi barang yang dikonsumsi di dalam negeri, mengingat 72,9 persen impor Indonesia adalah bahan baku dan barang penolong.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan akan terus berupaya memperbaiki struktur produksi dan konsumsi dalam negeri. Hal ini penting dilakukan karena produksi dan konsumsi merupakan komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi.
“Langkah yang harus segera dijalankan saat ini yaitu memperbaiki konsumsi di dalam negeri dengan memastikan arus barang berjalan normal. Dengan lancarnya arus bahan baku dan barang penolong, industri nasional dapat berjalan baik sehingga memberi pengaruh positif pada konsumsi nasional dan kinerja ekspor. Inilah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Mendag Lutfi.
Berkurangnya arus barang masuk ke Indonesia untuk proses produksi akan mengganggu kegiatan konsumsi yang selanjutnya memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada 2021 secara langsung. Hal ini karena konsumsi memberikan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB.
“Kami berkomitmen memperbaiki tata kelola arus barang yang masuk ke Indonesia agar kembali normal atau lebih baik dari tahun sebelumnya. Akan dipastikan 72,9 persen dari barang impor itu dapat melayani industri kita dengan baik. Jika industri siap, maka sisi konsumsi juga harus disiapkan dengan berbagai insentif, baik dalam bentuk finansial maupun kepercayaan terhadap pasar agar mau terus membeli,” jelas Mendag Lutfi.
Mendag Lutfi yakin kepercayaan terhadap pasar dapat membuat konsumsi dalam negeri berjalan baik dan diharapkan dapat mendatangkan investasi yang pada akhirnya mendorong industrialisasi. Industri yang berkembang baik dapat menghasilkan produk yang bernilai tambah akan berkontribusi bagi transformasi ekspor Indonesia yang dicita-citakan.
Perbaikan struktur produksi dan konsumsi dalam negeri juga diharapkan mendukung kesuksesan pemulihan perdagangan dalam negeri pada 2021. Beberapa sasaran yang ingin dicapai beserta target perdagangan dalam negeri yang ditetapkan untuk 2021 yaitu, pertama pengembangan sarana distribusi perdagangan dengan target pembangunan/revitalisasi 119 unit pasar rakyat.
Sasaran kedua yaitu penguatan pasar untuk produk dalam negeri dengan target peningkatan penggunaan terhadap konsumsi rumah tangga nasional sebesar 94,3 persen. Selanjutnya, sasaran ketiga yaitu stabilisasi harga barang kebutuhan pokok (bapok) dengan target pencapaian nilai maksimum koefisien variasi harga bapok antarwaktu sebesar 6 persen. (wwa)