SUARAINDONEWS.COM, Prabumulih – Di era modern saat ini, pemandangan hakim mengenakan rambut palsu saat memimpin persidangan di Inggris masih menjadi tradisi yang unik. Meski terlihat kuno bagi sebagian orang, penggunaan wig atau rambut palsu oleh hakim di pengadilan Inggris merupakan bagian dari warisan budaya hukum yang terus dipertahankan hingga kini.
Rambut palsu yang dikenakan oleh hakim ini berasal dari abad ke-17, saat wig menjadi tren di kalangan masyarakat elit Eropa, termasuk di Inggris. Pada saat itu, wig dianggap sebagai simbol status dan kekayaan. Namun, seiring perkembangan zaman, penggunaan wig dalam kehidupan sehari-hari telah ditinggalkan. Meski demikian, di dunia peradilan Inggris, tradisi ini tetap bertahan, terutama di pengadilan tingkat tinggi dan kasus-kasus penting.
Alasan di balik penggunaan rambut palsu oleh hakim tidak hanya sekedar tradisi, namun juga untuk menjaga kesan netralitas dan otoritas. Dengan mengenakan wig, hakim diharapkan dapat menjaga jarak antara kehidupan pribadinya dan tugasnya sebagai penegak hukum, menciptakan rasa hormat dan formalisasi dalam pengadilan.
Tidak semua hakim di Inggris diwajibkan memakai wig. Pada persidangan sipil, misalnya, hakim sering kali tidak mengenakannya. Namun, dalam kasus-kasus pidana atau persidangan yang lebih formal, wig masih menjadi bagian penting dari seragam hakim dan pengacara.
Rambut palsu yang digunakan oleh hakim terbuat dari rambut kuda asli yang diproses secara khusus, dan sering kali memerlukan perawatan khusus agar tetap dalam kondisi baik. Harganya pun tidak murah, dengan beberapa wig berkualitas tinggi bisa mencapai ribuan poundsterling.
Meski beberapa pihak menganggap tradisi ini kuno dan tidak relevan lagi di era modern, banyak hakim dan praktisi hukum yang merasa bahwa penggunaan wig memberikan rasa hormat terhadap proses peradilan dan menjaga kelangsungan tradisi hukum Inggris yang sudah berlangsung berabad-abad.
Keunikan ini membuat sistem peradilan Inggris dikenal di seluruh dunia, menjadikan tradisi penggunaan wig sebagai salah satu ciri khas dari institusi hukum di negeri tersebut. Meski demikian, diskusi tentang apakah tradisi ini masih perlu dipertahankan terus berlanjut, terutama di tengah tuntutan modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan.
(Anton)