SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Addin Maulana mengatakan harga tiket untuk melakukan perjalanan domestik yang cenderung mahal, masih menjadi tantangan yang perlu dipertimbangkan pemerintah untuk meningkatkan sektor pariwisata yang ramah wisatawan.
“Setelah pandemi muncul krisis baru yaitu krisis ekonomi, itu yang mungkin saat ini sedang kita hadapi, inflasi di beberapa keperluan, kita harus menyisihkan untuk keperluan pariwisata, dan harga transportasi saat ini untuk pariwisata cenderung naik terutama untuk tiket pesawat,” kata Addin dalam acara webinar mengenai potensi pariwisata di tahun 2024-2029 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Ia mengatakan harga penerbangan untuk perjalanan ke timur Indonesia semakin mahal. Rata-rata harga tiket pesawat pulang-pergi kelas ekonomi meningkat 77 persen sejak tahun 2021 dan umumnya peningkatan itu terjadi momen-momen seperti lebaran, liburan sekolah dan Natal. Hal yang sama juga terjadi pada moda trasnportasi kereta api yang mengalami peningkatan permintaan yang signifikan dibandingkan tahun 2021, namun harga tiketnya juga cenderung meningkat sekitar 20 persen.
Sementara itu, Data Badan Pusat Statistik menunjukkan sampai bulan Oktober 2023, tren wisatawan Nusantara menyentuh angka 600 juta perjalanan dan lebih banyak melakukan perjalanan secara grup. Hal ini karena seiring menurunnya angka COVID-19 dan memasuki proses normalisasi, namun Addin mengatakan pada tahun 2024 diharapkan bisa menyentuh angka 700 juta perjalanan yang pernah di dapat pada tahun 2019 seiring meningkatnya perjalanan domestik.
Untuk membangkitkan ekonomi di daerah wisata, Addin mengatakan tren wisatawan berkualitas juga meningkat, di mana mereka melakukan kegiatan ekonomi yang lebih besar saat datang ke daerah.
“Wisatawan berkualitas ciri-cirinya yang bisa meningkatkan kegiatan ekonomi yang lebih besar lagi, kedua, lama tinggalnya dibandingkan wisatawan kebanyakan sehingga mampu meningkatkan aktivitas ekonomi, ketiga, dia menyebarkan dampak ekonominya tidak di satu titik tapi ke titik yang lain,” kata dia.
Untuk melakukan kegiatan ekonomi, maka wisatawan harus memiliki lama tinggal yang disesuaikan, terutama pada wisatawan mancanegara, yang tercatat mengalami penurunan lama tinggal sejak 2021. Hal ini karena persyaratan perjalanan yang tidak lagi menyita waktu seperti sebelum masa pandemi, yang mengharuskan mereka menambah hari untuk pemeriksaan.
Selain itu, penerbangan ke Indonesia yang masih didominasi penerbangan transit membuat lama tinggal untuk menghabiskan liburan di Indonesia menjadi lebih sedikit karena harus memperkirakan waktu pulang kembali ke negara asal mereka.
Temuan menarik lainnya dari wisatawan mancanegara yang menghabiskan waktu lebih lama di Indonesia, kebanyakan ada pada destinasi super prioritas seperti Bali, dibandingkan pada provinsi lain di Indonesia. Dan kebanyakan wisatawan yang memilih tinggal lebih lama tersebut berasal dari Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Pasifik, dibanding mereka yang ada di wilayah Asia.
“Untuk mencapai Indonesia ini sangat sedikit ketersediaan direct flight kalau tidak salah hanya ada Amsterdam, jadi kalau mau ke sini mereka harus mampir ke mana-mana dulu, sayangnya lebih banyak transit maka lebih sedikit lama tinggalnya,” ucap Addin.
Sementara temuan pada wisatawan Nusantara, lebih banyak melakukan perjalanan ke wilayah seperti D.I Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti Borobudur, Nusa Tenggara Timur dan Barat seperti Labuan Bajo dan Mandalika.
Meskipun harga tiket perjalanan dengan trasnportasi baik pesawat maupun kereta mengalami kenaikan, justru hal sebaliknya terjadi pada harga kamar hotel yang rata-rata mengalami penurunan sejak terdampak pandemi meskipun permintaan dan lama tinggalnya semakin meningkat.
“Jadi mereka mau tidak mau harus kalah dari cost travel transportasi yang tinggi saat ini, sehingga mau nggak mau harga kamarnya tidak sebaik harga untuk transportasi, permintaannya semakin tinggi dan lama tinggalnya semakin meningkat setiap periode, tapi harga jual kamarnya trennya menurun,” jelas Addin.
Kebanyakan dari mereka juga menghabiskan liburan atau masa tinggal di Indonesia untuk melihat event, baik konser, atraksi maupun olahraga. Jumlah event yang paling banyak dikunjungi adalah di wilayah DKI Jakarta disusul Kalimantan Selatan, Banten, dan Jawa Timur. (ANT/Akhirudin)