SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Sejumlah Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji dan Umroh yang terdiri dari AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia), KESTHURI (Kesatuan Travel Haji dan Umroh Republik Indonesia), ASPHURINDO (Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh Republik Indonesia), dan GAPHURA (Gabungan Pengusaha Haji Umroh Nusantara) itu, tergabung dalam Forum Silaturahim Asosiasi Travel Haji dan Umroh (Forum Sathu), mengadukan kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti terkait proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan kebijakan karantina kepulangan jamaah umroh.
Pertemuan yang berlangsung di rumah jabatan Ketua DPD RI di Kawasan Raya Denpasar, Jakarta, Minggu (17/1/2020) malam, dalam menerima Forum Sathu, LaNyalla mengundang hadir senator Sylviana Murni, Ketua Komite III DPD RI yang membidangi haji dan umroh, sebagai mitra Kementerian Agama RI. Selain hadir Ketua Komite I Fachrul Razi dan Wakil Ketua Komite II Bustami Zainudin dan anggota Komite II Alexander Fransiscus.
Ketua Forum Sathu, Baluki A, pihaknya menghargai semangat pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo, agar tercipta kemudahan berusaha melalui UU Cipta Kerja. Untuk itu pihaknya antusias untuk ikut terlibat dalam pembahasan RPP atas UU tersebut.
Dengan pertemuan tiga pihak, antara Kementerian Perekonomian, Kementerian Agama dan pihak para pengurus asosiasi, sebagai wakil dari ribuan pengusaha travel haji dan umroh di seluruh Indonesia merasakan kekecewaan. Karena dari pihak Kementerian Agama, khususnya melalui Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus, tidak memandang kami sebagai partner strategis.
“Sehingga, aspirasi kami banyak yang tidak diperhatikan, ini tentu tidak searah dengan semangat Presiden, agar UU Cipta Kerja ini dapat memberi kemudahan berusaha,” jelasnya.
Sedangkan Sekretaris Forum Sathu Artha Hanif mengungkapkan bahwa Direktorat Bina Umroh dan Haji seharusnya fokus kepada pengawasan atas travel yang melakukan bisnis yang mencurigakan. Seperti menggunakan skema Fonzi dan MLM, yang pernah terjadi pada kasus First Travel dan Abu Tour.
“Bukan bersemangat mempersulit usaha atas kejadian tersebut. Sebab, kami sebagai asosiasi pasti mengawasi juga anggota kami, dan akan memberi laporan dini kepada Kemenag bila ada anggota kami yang terindikasi melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Tetapi ini soal penyusunan RPP dengan semangat kemudahan berusaha, seperti spirit dari UU Cipta Kerja. Jadi tolong kami diakomodasi. Apalagi sambungnya, perusahan travel umroh dan haji, adalah satu-satunya perusahaan terdampak pandemi Covid yang tidak mendapat stimulus dari pemerintah, melalui Komite Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Kami sudah tidak memberangkatkan jamaah umroh dan haji sejak Arab Saudi menutup pintu. Beberapa anggota kami terpaksa merumahkan karyawan, karena tidak mampu lagi,” imbuh Artha Hanif.
Menanggapi hal itu, Ketua Komite III Sylviana Murni menyampaikan kepada Ketua DPD RI untuk secepatnya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan kementerian terkait. Baik Kemenko Perekonomian maupun Kemenag. Dan LaNyalla juga bersedia secara khusus untuk mengundang Menteri Airlangga Hartarto dan Menteri Agama Yaqut Cholil. Termasuk khusus tentang kebijakan karantina, kami akan eksplorasi lebih dalam dengan Pak Doni Monardo, selaku ketua gugus tugas Covid, imbuh Sylviana Murni.
Sekretaris Forum Sathu, Artha Hanif, pun menambahkan setelah nanti program Umroh resmi dibuka, Kerajaan Arab Saudi telah menerapkan persyaratan yang sangat ketat. Antara lain, sebelum berangkat, H-2 jamaah harus dikarantina dan dites PCR sebagai syarat keluarnya visa. Setelah sampai di Arab Saudi, jamaah kembali dikarantina selama 4 hari, dan dites PCR lagi. Menjelang kepulangan, jamaah dites PCR lagi. Bila positif, dilarang pulang.
Artinya sudah sangat ketat protokol kesehatan sebelum berangkat sampai pulang. Nah, lalu ada kebijakan lagi dari pemerintah, sesampai di Indonesia, harus karantina lagi 4 sampai 5 hari di hotel, dan dites PCR lagi. Dengan biaya yang dibebankan kepada jamaah. Ini tentu memberatkan, dan membuat biaya umroh melambung sangat tinggi, urainya.
Artha Hanif berharap pemerintah, melalui Satgas Covid dapat meninjau ulang kebijakan karantina tersebut. Dan para calon jamaah haji yang sudah memiliki jadwal keberangkatan tahun 2021, yang daftarnya sudah ada di Kementerian Agama, mendapat prioritas vaksin.
Pengurus Forum Sathu Firman Candra pun mengadukan adanya dugaan pengelolaan dana optimalisasi haji khusus yang dirasa kurang transparan. Lantaran travel haji dan umroh tidak mendapat stimulus pemulihan ekonomi, bahkan dana pembinaan juga tidak kami ketahui dengan jelas, bagaimana dan untuk apa, ungkapnya. Dan seperti diketahui, Dana Optimalisasi Haji Khusus tersebut berada di bawah pengelolaan Direktur Bina Umroh dan Haji Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Nanti Ibu Sylviana bisa RDP dengan jajaran teknis yang menyusun RPP UU Cipta Kerja. Nanti saya akan agendakan untuk mengundang Pak Airlangga dan Pak Yaqut. Jadi ketemu semua,” tegas LaNyalla.(*** tjoek