SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Berdasarkan data Kementerian kesehatan Republik Indonesia, sebab kematian bayi didominasi oleh kondisi berat badan lahir rendah, asfiksia dan infeksi. Kondisi tersebut tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia yang yang terlatih, tetapi juga perlengkapan medis yang memadai.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, S.Pd. KEMD, Ph.D, saat acara “Relaunching Inovasi Produk Alat Bantu Nafas Bayi: Mix Safe Transport Infant Blending Resuscitator”, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Senin (14/08/2023).
Lebih jauh dikatakannya, salah satu perlengkapan yang dibutuhkan adalah alat bantu pernafasan ventilasi tekanan positif (VTP) atau continuous postive airway pressure (CPAP).
Bayi dengan BBLR atau prematur cenderung memiliki kapasitas paru yang rendah atau organ paru yang belum berkembang sempurna.
“Bayi-bayi tersebut membutuhkan VTP atau CPAP yang mampu mengalirkan udara dan oksigen dengan tekanan tertentu ke dalam paru. Alat tersebut termasuk alat kesehatan yang dulunya diimpor,” kata Dante.
Selain VTP/CPAP, ujarnya, Kementerian kesehatan mencatat 90% bahan baku obat tahun 2019 dan 88% transaksi alat kesehatan tahun 2019-2020 didominasi produk impor.
Kondisi ketergantungan terhadap impor ini harus dibenahi.
“Untuk itu, kementerian kesehatan melakukan transformasi kesehatan, melalui salah satu pilar ketiga, ketahanan kesehatan,” tandas Wamenkes RI, Dante Saksono Harbuwono.
Target utama dari transformasi ketiga, menurut Dante, antara lain: produksi tujuh dari empatbelas jenis antigen vaksin, pengusaan teknologi viral vector dan nuckleic acid based vaksin, produksi obat biologi dan derivate plasma, peningkatan belanja dalam negeri alat kesehatan terbesar berdasarkan nilai dan volume, dan produksi alat kesehatan berteknologi tinggi.
Dante memaparkan, Pemerintah membutuhkan peran aktif seluruh pihak untuk semakin mengakselerasi produksi alat kesehatan, obat, dan vaksin dalam negeri, termasuk juga peran Universitas atau Fakultas.
Pemerintah memiliki “political and legal capital”, untuk membuat regulasi yag mendukung percepatan produksi dan jaminan penggunaan atau pembelian produk. Industri swasta memiliki “venture capital”, yakni dukungan modal dan kapasitas untuk melakukan produksi alat kesehatan. Sementara universitas dan fakultas memiliki “science capital”, yakni peneliti dan praktisi yang senantiasa perlu difasilitasi membuat produk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Terkait dengan fasilitas alat kesehatan bayi, Prof. Dr.dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), dari FKUI dalam kesempatan acara tersebut memaparkan inovasi produk alat bantu nafas bayi. Dirinya bersama mitra kerja swasta membuat peralatan alat nafas bayi yang sesuai dengan kondisi kesehatan dan berat badan bayi.
Menurutnya, bila kita ingin melindungi bayi karena tidak mampu bernafas dengan baik (asfiksia) atau juga lahir prematur, jangan memberikan oksigen tanki yang memiliki gas 100%. Penggunaan alat bantu nafas bayi hasil inovasinya memiliki ukuran sesuai kondisi bayi.
“Bayi bermasalah dengan berat badan besar, butuh alat bantu pernafasan dengan gas tetapi konsentrasinya tidak boleh tinggi, karena bila diberikan 100%, bayi berisiko menimbulkan kebutaan,” katanya. (Ahmad Djunaedi).