SUARAINDONEWS.COM, Jakarta Wakil Ketua Pansus RUU Anti Terorisme Supiadin Aries Saputra meyakini setelah RUU Anti Terorisme nanti disahkan, tak akan lagi ada perbedaan pendapat dari beberapa fraksi. Ada beberapa hal pembeda antara UU Anti-terorisme yang diajukan pemerintah pada 2016 lalu dengan RUU Anti-terorisme yang baru. Perbedaan tersebut dalam sifat penindakan terhadap kejahatan terorisme, aparat yang terlibat hingga penanganan terhadap masyarakat pasca aksi terorisme.
“Pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 dengan Revisi Undang-undang yang sedang berjalan. Undang-undang existing itu, dia bersifat reaktif, tunggu bom, tunggu peristiwa, tunggu korban terjadi baru bertindak,” kata Supiadin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (18/5/2018) lalu.
Selama ini kata mantan Pangdam Iskandar Muda itu, aparat tidak punya payung hukum untuk menghadapi, menindak gejala-gejala yang ditimbulkan para terduga teroris. Namun dalam RUU Anti-terorisme yang baru, penanganannya akan lebih bersifat proaktif dan diakomodir. Sehinggga aparat memiliki kewenangan untuk segera menindak terduga teroris meski aksi terornya belum terjadi.
“Undang-undang ini kita lengkapi dengan bagaimana penanganan pascabom seperti memberi santunan dan lain-lain. Ini tiga isi subtansi startegis yang tidak dimiliki undang-undang sebelumnya,” kata Supiadin.
Namun, politisi dari Fraksi Partai Demokrat itu optimistis UU Anti Terorisme yang kini telah dibahas di DPR, akan selesai pada akhir bulan Mei 2018 ini. Supiadin yakin definisi terorisme akan mencapai kesepakatan pada rapat kerja, Rabu (23/5/2018) mendatang.
“Secara umum kita sudah sepakat. Jika ada perbedaan sedikit itu wajar. Tapi substansinya sudah clear. Tanggal 23 (Mei) Insyaallah, saya selaku Ketua Tim Perumus, (tanggal) 23 itu kita selesai karena tinggal itu saja, definis,” kata Supiadin.
Politisi dari Fraksi Partai Nasdem ini membantah finalisasi RUU Antiterorisme karena tuduhan kesalahan dari berbagai pihak kepada DPR terkait serangan terror. “Tidak benar itu, Sebelum reses, tinggal satu poin itu saja. Awam tidak paham suasana batin kita dalam membahas undang-undang,” ujarnya.
Supiadin mengatakan substansi definisi terorisme yang digodok tidak boleh mengarah pada salah satu kelompok saja, semisal Islam. Sebab, terorisme tidak terkait dengan Islam. “Jadi kita ingin tidak boleh definisi ini mengarah pada sekelompok orang, misalnya Islam. Karena teroris tidak identik dengan Islam, itu pribadi tidak dalam konteks keagamaan,” ujar Supiadin.(Bams)