SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Amerika Serikat (AS) tengah dihantui fenomena kesehatan mental yang makin mengkhawatirkan. Kalau beberapa waktu lalu publik ramai membahas isu “resesi seks”, kini data terbaru justru menunjukkan bahwa depresi melonjak tajam di Negeri Paman Sam.
Menurut survei Gallup, lebih dari 18% orang dewasa di AS dilaporkan mengalami atau tengah menjalani perawatan depresi dalam dua tahun terakhir. Angka ini melonjak dari hanya 10% pada 2015.
“Peningkatan ini mengkhawatirkan, dan penting bagi kita untuk mengeksplorasi semua kemungkinan penyebab lonjakan depresi yang cepat dan berkelanjutan selama dekade terakhir,” ujar Dr. Gerard Sanacora, Profesor Psikiatri sekaligus Direktur Program Penelitian Depresi Yale, dikutip Newsweek, Rabu (17/9/2025).
Pandemi Jadi Titik Balik
Data Gallup menunjukkan, sebelum pandemi Covid-19, angka depresi di AS berada di level 12,5% pada 2019. Namun, setelah pandemi, angkanya melompat ke 17,8% pada 2023.
“Pandemi menyebabkan perubahan besar dalam cara masyarakat berfungsi, mengakibatkan stres fisiologis, psikologis, dan isolasi sosial yang nyata,” jelas Sanacora.
Hal senada disampaikan Dr. David Mischoulon, Direktur Program Klinis dan Penelitian Depresi di Rumah Sakit Umum Massachusetts.
“Masalah-masalah yang muncul selama pandemi belum sepenuhnya hilang dan terus berkontribusi pada peningkatan depresi,” katanya.
Anak Muda & Warga Berpenghasilan Rendah Paling Rentan
Lonjakan terbesar justru terlihat pada kelompok anak muda dan keluarga berpenghasilan rendah:
- Usia di bawah 30 tahun: naik dari 13% pada 2017 jadi 26,7% di 2025 (lebih dari dua kali lipat).
- Pendapatan di bawah US$24.000 per tahun: meningkat dari 22,1% pada 2017 jadi 35,1% tahun ini.
Selain faktor pandemi, depresi juga dipicu oleh media sosial berlebihan, isolasi sosial, tekanan ekonomi, obesitas, hingga lingkungan politik yang makin terpolarisasi.
“Lingkungan politik yang semakin terpolarisasi di AS juga berkontribusi pada ketidakamanan, konflik interpersonal, dan ketidakstabilan keluarga,” tambah Mischoulon.
Kesepian Jadi Pemicu Baru
Data Gallup juga mencatat tren yang tak kalah serius: 21% orang dewasa di AS merasa kesepian hampir setiap hari pada 2025, naik dari 17% pada periode 2022–2023.
“Depresi bisa menciptakan lingkaran setan. Ia bisa menyebabkan pengangguran atau setengah pengangguran, yang kemudian meningkatkan tekanan finansial dan memperburuk kondisi mental,” ujar Mischoulon.
Bagaimana dengan Negara Lain?
Fenomena ini bukan hanya milik AS. Beberapa negara lain juga menghadapi tren serupa:
- Inggris: Data Office for National Statistics 2024 menunjukkan hampir 1 dari 6 orang dewasa mengalami gejala depresi.
- Jepang: Lonjakan masalah kesehatan mental pasca-pandemi membuat pemerintah meluncurkan program nasional pencegahan bunuh diri, terutama di kalangan anak muda.
- Indonesia: Riset Kementerian Kesehatan (2023) mencatat sekitar 7% penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami depresi, dengan tren meningkat di kalangan remaja.
Artinya, depresi sudah menjadi isu global, bukan hanya masalah individu.
Alarm Serius untuk Masa Depan
Meski AS dikenal sebagai negara maju dengan akses kesehatan terbaik, data ini menunjukkan bahwa faktor sosial, politik, dan gaya hidup digital bisa sama berbahayanya dengan faktor ekonomi.
Bagi generasi muda, terutama di era serba online, kesehatan mental kini bukan lagi isu sampingan—tapi sudah jadi tantangan besar yang harus dihadapi bersama.
(Anton)