SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pokok-Pokok Kebijakan Moneter dalam RUU APBN TA 2021 dan Peran Bank Indonesia Dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2020 sebagai Tindak Lanjut UU No 2 Tahun 2020, menjadi fokus pembahasan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) saat Rapat Kerja Virtual (Raker) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI).
Pemerintah telah berupaya keras dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sejak Maret 2020 melalui berbagai kebijakan baik fiskal maupun moneter untuk meringankan beban masyarakat dan dunia usaha. Dan salah satu program andalan pemerintah adalah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
PEN ditujukan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi COVID-19. Dan untuk menjalankan program PEN tersebut, kebutuhan anggaran pemerintah mencapai Rp.318,09 triliun, yang dialokasikan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh BI di pasar perdana.
Selanjutnya, terkait penerbitan SBN, Komite IV DPD RI mendukung Gubernur BI dalam pendanaan dan pembagian beban untuk pembiayaan APBN 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana secara terukur, baik sesuai mekanisme pasar maupun secara langsung guna mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional. Hal tersebut, sebagaimana Kesepakatan Bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tertanggal 16 April 2020 dan 7 Juli 2020.
Lebih lanjut, dalam Raker, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan komitmen Bank Indonesia dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan macroprudential, termasuk kecukupan likuiditas perbankan, untuk kelancaran penyaluran kredit/pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional. BI menyatakan dana PEN sudah hampir mencapai target untuk sampai di bank-bank Himbara.
Sementara Ketua Komite IV DPD RI, Sukiryanto mengingatkan kepada BI untuk mengantisipasi peningkatan NPL oleh dana Pemerintah yang di tempatkan di Bank Umum dalam program PEN. Lantaran adanya persyaratan untuk bank penerima dana agar dapat menyalurkan dalam bentuk kredit sejumlah 3 kali lipat dari jumlah penempatan dana dalam waktu yang cukup singkat. Dikhawatirkan debitur tidak tersaring dengan baik, sehingga menyebabkan NPL pada bank-bank tersebut.
Sedangkan Wakil Ketua Komite IV Casytha A. Kathmandu memandang penting penempatan dana program PEN melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang nilainya sekitar Rp.11,5 triliun. Penempatan dana di BPD dinilai dapat efektif menggerakkan sektor riil melalui Program Ketahanan Pangan, Ketahanan Kesehatan dan Ketahanan Sektor Riil. Namun demikian, perlu diingatkan skema dan persyaratan penyaluran perlu disederhanakan dan menjangkau pelaku usaha UMKM serta pelaku usaha baru.
Bahkan Wakil Ketua Komite IV Elviana menekankan pentingnya pemberdayaan UMKM dan ekonomi keuangan syariah di daerah, karena selama masa krisis sektor ini telah terbukti mampu bertahan dan menjadi tulang punggung perekonomian. Karena itu, perlu mendorong agar pemerintah dapat menjamin eksistensi UMKM melalui berbagai sentuhan kebijakan.
Wakil Ketua Komite IV lainnya, Novita Anakotta meminta dan mendorong agar pemerintah melalui BI untuk terus memperkuat sektor UMKM dengan implementasi kebijakan afirmatif melalui pemberdayaan, korporatisasi, dan pembiayaan. Karena sektor UMKM dan ekonomi keuangan syariah menjadi pendorong penting pertumbuhan ekonomi ke depan.
Dalam kesempatan tersrbut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pihaknya terus mendorong kolaborasi antara bank dan fintech untuk melebarkan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan. Termasuk perluasan penggunaan QRIS di seluruh daerah. Ini merupakan salah satu strategi untuk percepatan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.
Catatan juga diberikan senator asal Sulawesi Selatan, Ajiep Pandindang yang menyoroti optimisme pemerintah terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2021 yaitu 4,5%-5,5%. Optimisme tersebut selayaknya disandingkan dengan realitas perekonomian saat ini mengalami kontraksi bahkan menuju “resesi”.
Perekonomian Indonesia pada Kuartal II dan III tahun ini cenderung akan mengalami pertumbuhan negatif. Diketahui, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 4,8%-5,8%. Dan sebagai tindak lanjut dari Raker, Komite IV DPD RI sepakat untuk melanjutkan kemitraan dengan Bank Indonesia baik di kantor pusat dan kantor perwakilan di masing-masing daerah untuk bersama-sama memajukan sektor UMKM serta sektor ekonomi dan keuangan syariah.(tjo)