SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Gen Z dan Gen A adalah generasi baru yang dianggap sebagai penerus dalam mengembangkan puisi esai. Generasi sebelumnya sekarang sudah memasuki lansia. Sehingga merangkul Gen Z Dan Alpha menjadi hal penting untuk melanjutkan eksistensi Puisi Esai.
Demikian kesimpulan dari diskusi panel tentang Puisi Esai Goes to Gen Z. Para pembicara adalah Okky Madasari dari OM institute, Jonminofri Nazir, coach Puisi Esai untuk Gen Z, Dan Gol A Gong, duta baca Indonesia. Diskusi ini menjadi bagian dari rangkaian Festival Puisi Esai Jakarta II, 13-14 December 2024.
Okky mengungkapkan Gen Z kendati sudah mengenal internet sejak lahir tapi mereka masih membaca buku. Gol A Gong juga berpendapat yang sama. Mereka bisa Menerima hal baru, dan cenderung lebih terbuka
Karena itu, Gen Z bisa menerima puisi esai. Mereka sejak dini dikenalkan bersaksi melalui puisi esai tentang hal-hal yang menggelisahkan dan masalah kemanusiaan yang mereka lihat dan rasakan. Hal demikian dikatakan oleh Penggagas puisi esai Denny JA, pada Festival Puisi Esai itu.
“Kami terus mencari jalan agar Generasi Z mencintai sastra, dan kami mengenalkan sastra kepada mereka melalui puisi esai,” kata Denny JA.
Pengenalan pada produk sastra ini penting karena inilah pintu masuk bagi mereka untuk mengenal lebih jauh tentang sastra. Generasi sebelumnya harus proaktif membawa sastra ke dunia mereka yang tengah dilanda disrupsi oleh dunia digital.
Generasi Z adalah mereka yang lahir tahun 1997 hingga 2010. Sejak lahir mereka sudah mengenal internet. Mereka lebih nyaman menerima informasi melalui gawai, HP dan tablet, dalam bentuk video singkat, media sosial, dan konten lain yang dapat mereka akses dengan cepat. Secara perlahan mereka mulai meninggalkan media cetak, walaupun masih membaca buku.
Kendati begitu, generasi Z tetap memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan, perilaku diskriminatif terhadap kelompok minoritas, dan masalah kemanusiaan lainnya, seperti generasi sebelumnya. Sebagai manusia mereka memiliki kepekaan terhadap masalah kemanusiaan. Hal seperti ini yang mengganggu dan menggelisahkan mereka sehingga mereka menulis puisi.
Menurut Denny JA, usaha mengenalkan puisi esai kepada Gen Z juga sudah membuahkan hasil. Tahun ini terbit 18 buku puisi esai yang ditulis oleh Gen Z dari Aceh hingga Papua. Setiap buku bersih 20 Puisi esai Yang ditulis ditulis oleh 10 orang dari gen Z, kecuali dari Papua pesertanya 11 orang. Masing-masing menulis dua judul puisi esai yang panjangnya hanya 500 kata. Sehingga total puisi esai dari Gen Z ini berjumlah 362 judul puisi esai. Mereka menyuarakan atau memberikan kesaksian terhadap apa yang menggelisahkan yang terjadi di sekitar mereka atau mereka baca dari media massa atau media online.
Kegiatan ini menyenangkan bagi Gen Z. Hal ini dibuktikan beberapa Gen Z yang ikut program kakak asuh tahun lalu masih terus menulis puisi esai tanpa diminta.
Hal yang membuat jumlah Gen Z bertambah banyak menulis puisi esai adalah karena semua orang bisa ikutan menulis puisi esai. Tidak saja penyair atau orang yang terbiasa menulis. Bahkan orang yang baru belajar menulis pun bisa menulis puisi esai. Denny JA sering mengatakan, “Yang bukan penyair, boleh ambil bagian untuk menulis puisi esai.”
Tahun 2025 jumlah penulis puisi esai akan semakin banyak karena Komunitas Puisi Esai meluncurkan program “Puisi Esai Goes to Gen Z” sejak akhir tahun ini dan dilanjutkan tahun depan. Komunitas Puisi Esai mengirim seorang pelatih ke sekolah-sekolah atau komunitas untuk menulis puisi esai bersama.
Festival Puisi Esai Jakarta ke-2 berlangsung di Taman Ismail Marzuki, tanggal 13 dan 14 Desember 2024. Tema festival ini adalah “Kesaksian Generasi Baru”. Peserta Festival datang dari Aceh hingga Papua. Termasuk 11 Gen Z yang dinobatkan sebagai Duta Puisi Esai di tempat mereka masing-masing. Selain penyerahan Puisi Esai Award, pada festival ini diselenggarakan panel diskusi, pemutaran film puisi esai, dan pembacaan puisi esai mini.
(ANTON)