SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wacana legalisasi kasino dan tempat judi di Indonesia kembali mengemuka, tapi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak mau ambil bagian dalam “pesta dosa” ini. Lewat anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Kholid, PKS menyatakan penolakan total. Bagi mereka, judi bukan cuma urusan haram dan halal—ini soal logika, moral, dan kehancuran sosial.
“Legal judi memang bisa kasih negara pemasukan dari pajak. Tapi, ongkos sosial dan ekonominya? Jauh lebih besar, dan menghancurkan masyarakat,” tegas Kholid, Selasa (14/5).
Menurutnya, melegalkan judi demi uang adalah keputusan nekat yang seperti menggali kubur sendiri pakai cangkul emas. Kelihatan menguntungkan, padahal mematikan.
Dia mengutip riset The Social and Economic Impacts of Gambling (2011) yang menyebutkan bahwa judi tak cuma bikin orang kecanduan, tapi juga memperbesar risiko kriminalitas, stres mental, kekerasan dalam rumah tangga, hingga menurunkan produktivitas. Dalam konteks Indonesia, dengan PDB sekitar Rp19.000 triliun, potensi kerugian sosial ekonomi akibat legalisasi judi bisa tembus Rp190 triliun hingga Rp570 triliun per tahun. Ya, ratusan triliun demi ‘hiburan’ yang katanya menguntungkan.
“Ini bukan main-main. Penerimaan negara dari pajak judi mungkin Rp15 triliun. Tapi kerugiannya? Bisa 7 sampai 10 kali lipat. Itu bukan investasi, itu bunuh diri ekonomi,” jelas Kholid, mengutip ekonom Earl L. Grinols dalam Gambling in America: Costs and Benefits (2004).
Judi online pun tak kalah “gemerlap”—perputaran uangnya diperkirakan mencapai Rp150 triliun per tahun. Tapi kalau negara hanya dapat pajak 10% dan harus menanggung potensi kerugian sosial hingga Rp150 triliun, bukankah ini seperti tukar rumah demi koin receh?
“Itu bukan solusi buat negara. Itu jebakan Batman berkedok ekonomi. Judi bukan sektor produktif. Itu ekonomi ilusi,” sindir Kholid.
Lebih lanjut, Kholid mengkritik keras argumen bahwa legalisasi judi bisa jadi jalan keluar ekonomi. Justru sebaliknya, katanya, judi adalah jalan masuk ke lingkaran setan kemiskinan dan keputusasaan. Ia menyebut mayoritas pelaku judi berasal dari masyarakat menengah bawah yang sudah frustrasi mencari penghidupan layak.
“Negara harusnya lindungi rakyat, bukan malah membuka pintu ke jurang kemiskinan baru. Judi bukan solusi, itu simbol kemalasan dan keputusasaan,” ujarnya.
Daripada berjudi dengan nasib rakyat, Kholid menyarankan pemerintah untuk fokus mengembangkan ekonomi halal dan memperkuat sektor keuangan syariah. Kenapa? Karena potensinya bukan main. Perputaran ekonomi halal Indonesia bisa mencapai Rp4.375 triliun per tahun, aset keuangan syariah diperkirakan Rp5.000 triliun, dan ekspor produk halal bisa menembus USD 100 miliar. Angka-angka ini bukan ilusi—ini peluang nyata.
“Potensi ekonomi halal kita itu luar biasa. Kenapa malah ngotot legalin judi?” tanya Kholid.
Sektor zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) pun penuh potensi: zakat nasional bisa mencapai Rp327 triliun, tapi yang terkumpul baru Rp30 triliun. Aset wakaf tanah lebih dari Rp2.000 triliun, namun sebagian besar belum digarap serius.
“Negara harus dorong ekonomi berbasis value creation, bukan value destruction. Judi itu bukan jalan masa depan. Itu jalan pintas ke kehancuran,” pungkasnya.
Jadi, buat yang masih bermimpi buka kasino di tanah air, PKS sudah kasih jawaban keras dan jelas: “Tidak. Dan jangan coba-coba.” Menurut mereka, masa depan Indonesia bukan ada di meja judi—tapi di meja makan halal, lembar zakat, dan semangat kerja keras.
Karena kalau negara mulai main judi, yang kalah duluan adalah rakyat.
(Anton)