SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo tidak percaya atas tuduhan atau “nyanyian” tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). . Selain itu, KPK diminta jangan fokus menyuruh orang “bernyanyi” dibandingkan menghitung kerugian negara.
“Adanya tuduhan itu menjadi peringatan presiden Jokowi untuk menertibkan cara kerja KPK. Jokowi mestinya jangan mudah percaya atas nyanyian dan tuduhan para tersangka KPK, karena harus ada pembuktian, “ ujar Fahri Hamzah di Senayan, Jakarta, Senin (18/12).
Fakta baru terungkap dalam lanjutan sidang kasus suap terhadap mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono terkait tumpukan uang yang ditemukan tim Satgas KPK saat melakukan operasi tangkap tangan terhadap Tonny, di Mes Perwira Bahtera Suaka.
Saat jaksa penuntut umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Tony sebagai saksi di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat dengan terdakwa Adiputra Kurniawan, komisaris PT Adiguna Keruktama, Tony beralasan dirinya menyimpang uang tersedbut di mess-nya untuk kegiatan Paspampres yang tak tersedia dana operasionalnya. Dalam setiap kunjungan Presiden Joko Widodo, Antonius mengaku sering menyiapkan uang Rp150 juta untk dana operasional Paspampres.
Terkait hal tersebut, Fahri menilai KPK sedang merusak kredibilitas lembaga negara lainnya dengan mengekspose tuduhan tersebut, meski tidak pernah dibuktikan. Sebab kesaksian aliran dana di ruang persidangan tidak pernah bisa dibuktikan dan bahkan sering dihilangkan dalam perjalanan seperti kasus e-KTP.
“Dugaan saya, ini hanya strategi KPK untuk menyandera semua orang termasuk presiden Jokowi. Untuk itu Presiden Jokowi akan terpaksa mendukung KPK. Seolah-olah kalau tidak mendukung kasus Paspampres ini akan dibuka,” katanya.
Fahri mengingatkan presiden Jokowi mestinya sadar kalau dipersoalan aliran dana, maka aliran-nya sudah sampai jauh seperti Bengawan Solo. Dan sekarang bukan saja adik iparnya disebut menerima dana pajak, tapi juga Paspampres menerima aliran dana Dirjen Hubla.
“KPK, sedang merusak reputasi Paspampres karena itu layak dibubarkan, padahal KPK tidak pernah bisa membuktikan kasus tersebut. Kalau bukan merupakan hasil audit maka semua ini hanya omong kosong dan sensasi murahan yang rutin dilakukan KPK,” kata Fahri.
Terpisah, menanggapi pengakuan Dirjen Hubla itu, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan Paspampres memiliki dana di Sekretariat Negara. Tahun 2017, alokasi dana untuk Paspampres sebesar Rp 29.6 miliar. “Jadi kenapa lagi Paspampres harus “ngemis” ke Kementerian Perhubungan,” kata Uchok dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/12).
Ditegaskan Uchok, publik sangat kaget adanya anggaran sebesar Rp 150 juta kegiatan peresmian yang dihadiri Presiden Jokowi di Kementerian Perhubungan. Apalagi disebut-sebut, pihak pelaksana kegiatan wajib menyediakan dana operasional untuk Paspampres.
“KPK harus menyelidiki dana Paspampres ini, siapa dan kepada siapa? Atau KPK harus bertanya Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Mauritz H M Sibarani, uang sebesar Rp 150 juta, ini diberikan kepada siapa Paspampres ini,” katanya.(Bams/EK)