SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Nyeri pada lutut merupakan keluhan umum yang mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Ada beberapa faktor yang memicunya, seperti cedera ligamen atau tulang rawan yang robek. Atau pun akibat kondisi medis seperti radang sendi, asam urat, dan infeksi.
Nyeri lutut terkadang mulai terasa tiba-tiba, setelah cedera, olahraga atau melakukan hobi seperti menari. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri lutut dapat bervariasi, tergantung penyebab masalahnya. Beberapa tanda dan gejala yang terkadang menyertai lutut meliputi bengkak dan kaku, kemerahan dan terasa hangat saat disentuh, berderak suara, dan ketidakmampuan untuk meluruskan lutut sepenuhnya.
Dokter Ferius Soewito, Sp.KFR, AIFO-K, salah seorang Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik, Klinik Flex Free, di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, belum lama ini mengatakan, cedera lutut dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bisa terjadi juga saat kita berolahraga, bekerja, melakukan hobi, seperti menari, bahkan pada aktifitas sehari-hari ketika berjalan.
Menurutnya, lutut merupakan bagian tubuh cukup berisiko terutama untuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan berdiri, berjalan, berlari dan melompat. “Olahraga lari misalnya, atau basket, badminton, tennis, merupakan olahraga yang sering dilakukan dan memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terjadi cedera. Atau hobi yang berisiko cedera misalnya menari. Tari tradisional yang melibatkan aktivitas setengah jongkok juga berisiko cedera,” ujarnya.
Selain itu, menurut Ferius, hobi bercocok tanam dengan posisi jongkok dalam waktu lama juga memiliki risiko. Tidak jarang, cedera terjadi pada aktivitas berjalan, khususnya bila permukaan tanahnya tidak rata atau pada aktifitas naik turun tangga.
Selanjutnya Ferius menjelaskan, cedera lutut dapat terjadi pada jaringan pengikat (ligament), bantalan (meniscus), tulang rawan, otot dan sebagainya. Anamnesis atau tanya jawab dokter dan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan USG, pemeriksaan Xray, CT Scan dan MRI sangat penting untuk menentukan bagian yang cedera.
“Tatalaksana yang tepat bergantung pada pemeriksaan dan kondisi pasien. Bila cedera dalam fase radang akut, maka harus dikurangi peradangannya. Bila peradangan sudah tidak akut, dapat dilakukan tindakan regenerasi, yaitu tindakan untuk mempercepat penyembuhan jaringan. Proses penyembuhan dapat dengan terapi untuk mempercepat penyembuhan jaringan. Proses penyembuhan dapat dipercepat dengan terapi, misalnya shocwave dan laser, atau dengan Perineul Injection Treatmen, tindakan berupa pemberian gula khusus (dextrose) untuk menangani cedera maupun mengatasi nyeri, scretom (cairan yang diekstrak dari stem cell, platelet rich plasma (faktor pertumbuhan yang diambil dari darah) atau pun dari stem cell (sel punca),” tandasnya.
Sementara itu, menurut dokter Reggy Trialetta Injo, Sp.KFR, yang juga dokter spesialis rehabilitasi medik dari Klinik Flex Free, menambahkan, bertambahnya usia merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari semua mahkluk hidup seiring berjalannya waktu. Proses penuaan menyebabkan terjadinya berbagai proses degeneratif di tubuh, termasuk sendi lutut.
Penyakit degeneratif pada sendi, ujarnya disebut Osteoarthritis (OA), yang dikenal luas pada masyarakat disebut pengapuran sendi. OA merupakan suatu kondisi yang sangat sering ditemukan pada usia lanjut. OA merupakan tipe arthristis yang terbanyak, dengan angka kejadian kasus OA lutut sejumlah 200 per 100.000 orang tiap tahun.
Prevalensi OA di Indonesia meningkat seiring degan usia, yaitu sebesar 5% pada individu berusia lebih kecil dari 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia lebih besar dari 61 tahun. Prevalensi OA lutut sebesar 15,5% laki-laki dan 12,7% pada perempuan. Faktor risiko OA diantaranya usia, jenis kelamin, genetik, aktifitas fisik, obesitas, dan trauma. OA merupakan suatu penyakit yang sangat membebani kualitas hidup penderitanya, dan dapat menyebabkan disabilitas. Pada OA terjadi kerusakan pada sendi secara menyeluruh, dapat melibatkan tulang rawan sendi, bantalan sendi (meniscus), ligament dan tulang itu sendiri.
“OA tidak dapat disembuhkan, namun keluhan OA dapat dikontrol sehingga penderita dapat beraktivitas dan melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasakan nyeri. Tatalaksana yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi pasien, tidak semua pasien dengan OA mendapat terapi yang sama. Secara garis besar, terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri dan peradangan dengan modalitas fisik dan terapi regeneratif speperti Prolotherapy, platelet Rich Plasma, atau pun Secretom. Pada pasien OA dilakukan dengan mengurangi nyeri dan mencegah perburukan penyakit agar pasien memiliki kualitas hidup yang baik,” tutupnya. (Ahmad Djunaedi)