SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga menilai ketidakpastian informasi terkait vaksin Covid-19 membuat sebagian masyarakat khawatir untuk divaksin. Meski telah beredar informasi vaksin Covid-19 yang disampaikan Pemerintah dan Presiden bahwa vaksinasi Covid-19 aman dilakukan, namun masyarakat hanya butuh kepastian dua hal.
“Pertama ada izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Hingga saat ini BPOM belum mengeluarkan izin tersebut. Kedua, sertikat halal dari MUI atau pihak yang diberi otoritas. Lagi-lagi hal ini belum ada, ” kata Jamiludin Ritonga di Jakarta, Kamis (7/1/2021).
Jamiludin menambahkan se-iintensif apapun kampanye vaksinisasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah, akan sulit diterima sebagian masyarakat bila belum ada informasi tentang EUA dari BPOM dan surat keterangan halal dari MUI. Sebab dua informasi tersebut yang dibutuhkan masyarakat.
“Karena itu, pemerintah sebaiknya menunggu dua informasi tersebut baru dilakukan vaksinasi. Dengan begitu, masyarakat secara sukarela mau melaksanakan vaksinasi, ” ujar Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999.
Jamiludin Ritonga bisa memahami dari berbagai pemberitaan, Presiden akan menjadi orang pertama yang divaksin dan diikuti oleh para petinggi negeri. Bahkan disampaikan juga ancaman denda Rp 5 juta bagi masyarakat yang tidak mau divaksin.
Namun menurutnya, seluruh informasi tersebut belum cukup untuk menyakinkan sebagian masyarakat untuk divaksin. Ada yang menyatakan lebih baik membayar denda daripada divaksin. Penolakan itu terjadi karena informasi yang dibutuhkan masyarakat terkait vaksinisasi belum mereka peroleh. Sementara pemerintah terus menerus mengkampanyekan vaksin tersebut.
“Padahal yang dibutuhkan masyarakat hanya dua hal. Izin penggunaan (EUA) vaksin Covid-19 produksi Sinovac yang saat ini belum dikeluarkan oleh BPOM dan sertifikat hal, ” kata Jamiludin kembali mengulang pernyataan sebelumnya. (EK)