SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah merancang defisit APBN 2023 sebesar 2,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini mencerminkan langkah penyehatan keuangan negara dan konsolidasi fiskal yang kredibel, hati-hati, dan tepat waktu.
Hal ini disampaikan Menkeu dalam laporannya di acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, Istana Negara, Kamis (1/12/2022).
“APBN 2023 dirancang dengan defisit 2,84 persen dari PDB,” kata Menkeu.
Ia melanjutkan, kenaikan suku bunga global, guncangan finansial global, serta volatilitas nilai tukar dan arus modal keluar harus disikapi oleh pemerintah. Yakni dengan meningkatkan ketahanan dan keamanan pembiayaan APBN.
“Defisit APBN sebesar 598,2 triliun menurun secara konsisten dan kita akan eksekusi secara hati-hati dengan mengandalkan case buffer yang dilakukan mulai sejak saat ini, yaitu tahun 2022,” kata dia.
Sri Mulyani mengatakan, defisit APBN 2022 diperkirakan akan menurun seiring dengan perekonomian yang mulai membaik pasca pandemi Covid-19, yakni menjadi Rp 598 triliun. Sedangkan belanja APBN 2022 sebesar Rp 3.106,4 triliun.
“Pada tahun 2022 ini kita akan membelanjakan Rp 3106,4 triliun dan defisit diperkirakan akan turun lagi menjadi Rp 598 triliun,” ujar Menkeu.
Kondisi ini, kata dia, menggambarkan bahwa dalam 3 tahun ini Indonesia berhasil mengendalikan pandemi Covid-19, melindungi masyarakat dan perekonomian, serta APBN secara bertahap juga mulai disehatkan kembali.
Telah Bekerja Keras
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa APBN telah bekerja keras dalam menjaga perekonomian nasional di tengah tantangan pandemi Covid-19 yang dihadapi sejak tahun 2020 lalu.
“Indonesia alhamdulillah dapat menangani pandemi dan juga mengelola dampak secara sangat baik dibandingkan banyak negara-negara di dunia. APBN dalam hal ini menjadi instrumen yang luar biasa penting dan diandalkan,” ujar Menkeu.
Pada tahun 2020 belanja APBN mencapai Rp2.595,5 triliun dengan defisit yang melonjak akibat pandemi, mencapai Rp947,7 triliun. Kemudian, pada tahun 2021 belanja APBN meningkat menjadi Rp2.786,4 triliun namun dengan defisit yang menurun tajam ke Rp775,1 triliun.
Penurunan defisit tersebut, ujar Sri Mulyani, menandakan bahwa pandemi Covid-19 sudah mulai dapat dikelola dan perekonomian Indonesia mulai bangkit.
“Pada tahun 2022 ini kita akan membelanjakan Rp3.106,4 triliun dan defisit diperkirakan akan turun lagi menjadi Rp598 triliun. Ini menggambarkan bahwa dalam tiga tahun kita berhasil mengendalikan Covid-19, melindungi masyarakat, melindungi perekonomian, dan APBN secara bertahap juga mulai disehatkan kembali,” ujarnya.
Menkeu pun mengungkapkan bahwa perekonomian nasional Indonesia saat ini masih di dalam tren pemulihan positif yang tumbuh cukup kuat, yaitu tumbuh di atas 5 persen selama lima triwulan berturut-turut.
Tren ini juga dikonfirmasi oleh berbagai indikator perekonomian seperti tingkat inflasi, neraca perdagangan, hingga indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur.
“Inflasi di Indonesia juga relatif moderat dibandingkan negara-negara lain di dunia yaitu pada level 5,71 persen pada bulan Oktober, turun dari 5,99 pada bulan September. Di sisi lain, dari sisi neraca perdagangan terjadi surplus selama 30 bulan berturut-turut dan indeks PMI yang tetap menunjukkan ekspansif dalam 14 bulan terakhir,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Menkeu menyampaikan apresiasi kepada DPR RI dan DPD RI yang telah memberikan dukungan di dalam perumusan kebijakan dan respons APBN di dalam situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19 dan juga gejolak perekonomian global.
“Ini menghasilkan APBN yang responsif, tepat waktu, fleksibel, namun tetap efektif dan akuntabel di dalam menghadapi tantangan yang luar biasa yaitu pandemi dan konsekuensinya serta mengawal dan mempercepat proses pemulihan ekonomi yang sangat kompleks dan menghadapi gejolak-gejolak ekonomi global baru yang menantang saat ini,” pungkasnya. (wwa)