SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah akan melanjutkan kembali pembahasan tentang Rancangan UU Perampasan Aset Tindak Pidana dan Rancangan UU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Mahfud menyebut banyak pejabat yang takut RUU tersebut disahkan.
“Nanti kita akan melanjutkan UU Perampasan Aset Tindak Pidana. Dulu sudah masuk ini di DPR, sudah masuk di dalam Prolegnas, tapi nggak jadi. Terus terang secara psikologis saya berdiskusi dengan beberapa teman di kantor saya memang ada masalah yang agak memang mengkhawatirkan dalam pengertian banyak orang yang takut, karena ini ada UU yang kedua, selain Rancangan UU Perampasan Aset Tindak pidana, itu juga kita akan mengajukan Rancangan UU tentang Pembatasan Uang Kartal,” kata Mahfud dalam acara bertajuk ‘Ada Pihak yang Menghalangi RUU Perampasan Aset’, yang disiarkan di YouTube PPATK Indonesia, Jumat (2/4/2021).
RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal ini, kata Mahfud, membatasi transaksi belanja uang tunai maksimal Rp 100 juta, jika lebih dari Rp 100 juta maka pembayarannya harus melalui bank. Ini agar transaksi dapat dilacak dan mencegah suap, pencucian uang, atau transaksi ilegal lainnya.
“Misalnya dulu pernah ada kalau Anda berbelanja lebih dari Rp 5 juta itu harus lewat bank. Nah sekarang itu direncanakan kalau Anda berbelanja lebih dari Rp 100 juta itu harus lewat bank, jangan uang tunai gitu. Nah itu juga akan mengurangi orang transaksi, nyuap orang, beli barang dengan uang tunai itu tidak boleh sehingga nanti kalau uang lebih dari 100 juta nanti kan bisa dilacak uangnya dari mana, untuk apa dan sebagainya,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut pejabat hingga politikus takut jika kedua RUU itu disahkan. Sebab mereka tidak bisa lagi membelanjakan uang diatas Rp 100 juta secara tunai, melainkan harus melalui bank.
“Kalau saya berbicara secara bisik-bisik ya, orang ya, banyak pejabat, banyak politikus itu kan kalau UU terutama Pembatasan Belanja Uang Kartal itu ya, karena uang yang tunai banyak, ketika suatu saat dia harus berbelanja tidak boleh tunai, tetapi harus lewat bank dia akan ketahuan kan uang dari mana ini. ‘Pak Mahfud ini kok berbelanja begini kok tidak lewat bank, dari mana’,” kata Mahfud.
“Kalau lewat bank akan ketahuan, kalau lewat bank akan ketahuan loh uangnya dari mana. Profil Pak Mahfud tuh gajinya sekian, tidak punya perusahaan, kok bisa berbelanja setiap bulan misalnya Rp 250 juta misalnya kalau lewat bank kan akan ketahuan, dari situ bisa dilacak jangan-jangan ini pencucian uang,” ujarnya. (wwa)
Sumber: Detik