SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dunia boleh ribut soal perdamaian, tapi ketika dua negara nuklir seperti India dan Pakistan saling baku hantam, satu hal jadi jelas: siapa punya senjata lebih canggih, dia yang menang. Dan menurut Anggota BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, pemenangnya kali ini adalah… China. Eh, maksudnya: Pakistan, yang disponsori teknologi tempur dari Negeri Tirai Bambu.
“Kemenangan Pakistan itu disokong teknologi dari China. Sementara India, walau didukung Amerika dan Rusia, tetap saja kalah,” ujar Syahrul dalam forum Dialektika Demokrasi di DPR RI.
China, Si Tukang Produksi, Sekarang Jadi Tukang Ditakuti
Menurut Syahrul, ada pola baru dalam dunia persenjataan: negara yang pakai barang buatan China makin ditakuti. Sementara Amerika, meski punya sejarah panjang sebagai polisi dunia, kini dinilai mulai kehilangan taring dan… kepercayaan dunia.
“Blok China ini makin kuat. Amerika? Ya… makin banyak yang kecewa,” sindirnya.
Indonesia, sebagai negara yang katanya bebas aktif tapi kadang bingung mau aktif ke mana, kini harus mulai memilih: terus bergantung pada Amerika, atau coba berstrategi dan melirik China?
Jangan Cuma Andalkan Satu ‘Senjata Diplomasi’
Syahrul memberikan contoh Arab Saudi: mesra dengan Amerika, tapi tetap punya hubungan manis dengan China. Hasilnya? Daya tawarnya tinggi. Semua negara butuh dia.
“Kalau kita cuma punya satu senjata diplomasi, kita lemah. Harus dibutuhkan banyak negara,” katanya, sambil mengingatkan bahwa dunia ini soal siapa yang paling bisa jual mahal, bukan paling setia.
Mimpi Kemandirian Nasional: Pangan, Obat, dan… Rudal?
Dalam versinya yang penuh filosofi khas anggota dewan, Syahrul menyampaikan bahwa kunci jadi negara maju itu sederhana: produksi, produksi, produksi. Mulai dari beras sampai peluru kendali.
“Kalau kita bisa produksi yang kita konsumsi, kita mandiri. Kalau bisa produksi yang dikonsumsi orang lain, kita bisa menguasai. Tapi kalau yang kita konsumsi saja harus impor, ya… selamat datang di negara pengutang,” katanya setengah menyindir, setengah mengkhawatirkan.
Syahrul juga memuji langkah Prabowo Subianto yang mendorong kemandirian pangan sebagai pondasi kekuatan nasional.
Tiga Barang Sakti Versi DPR: Pangan, Obat, Senjata
Menurut Syahrul, kalau Indonesia ingin benar-benar kuat, maka harus bisa bikin tiga barang sakti sendiri: pangan, obat-obatan, dan senjata.
“Itu rumusnya. Dari perut sampai peluru, jangan bergantung,” tegasnya.
Kesimpulan: Jangan Jadi Negara Netral yang Bingung Arah
Perang India–Pakistan seharusnya jadi tamparan (atau teguran halus?) buat Indonesia. Ketika dua raksasa berantem dan dunia mulai memilih kubu, Indonesia sebaiknya berhenti bersikap netral yang pasif. Bebas aktif bukan berarti plin-plan.
Toh, kalau ujung-ujungnya tetap beli senjata dari luar, minimal pilih yang bisa kita utak-atik sendiri. Jangan sampai beli mahal-mahal, rusak, terus nggak bisa diperbaiki karena “suku cadangnya rahasia negara”.
Dunia mungkin sedang tidak butuh perang. Tapi kalau sampai pecah perang, jangan sampai kita cuma bisa nonton sambil ngetik “doa terbaik” di kolom komentar.
Kalau kamu mau negara kuat, ya harus siap produksi dari piring sampai peluru.
(Anton)