SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia (UI) yang juga Guru Besar Fisip UI Prof Dr Sudarsono mengungakapkan ada satu lagi ditemukan pasal dalam Statuta UI, yang bermasalah dalam legal draftingnya.
Sudarsono lantas menunjuk Pasal 39 huruf c PP 75/2021, yang berbunyi: “Rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai: direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta”.
Ketentuan ini merupakan perubahan dari Statuta UI berdasar PP 68/2013, khususnya Pasal 35 huruf c:
“Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai: pejabat pada badan usaha milik negara/daerah, maupun swasta”.
“Larangan ini tentu termasuk rangkap jabatan komisaris,” kata Sudarsono, Rabu (29/7/2021).
Tampaknya, perubahan ketentuan larangan rangkap jabatan Rektor ini berkaitan dengan kontroversi yang sudah berlangsung beberapa bulan, terkait dengan kedudukan Prof Ari Kuncoro, PhD, Rektor UI, sebagai Wakil Komisaris Utama BRI.
“Munculnya Pasal 39 huruf c pada PP 75/2021 ini mungkin dimaksudkan sebagai jalan keluar atas rangkap jabatan tersebut. Sayang sekali, jalan keluar yang awalnya diharapkan dapat menyelesaikan kontroversi, justru kontraproduktif, dan memicu geger di media,” ujarnya.
Menurutnya, frasa ‘direksi pada BUMN/BUMD’ yang menggantikan frasa ‘pejabat pada BUMN/BUMD’, pada Statuta UI, dari sudut pandang pihak BUMN/BUMD, tidak mempunyai makna hukum apapun.
Sebab, dari prinsip good corporate governance (GCG) tiap BUMN/BUMD, dan berbagai peraturan perundangan lainnya, seorang Direksi BUMN/BUMD tentu dilarang rangkap jabatan.
“Oleh sebab itu, ada atau tidak adanya Pasal 39 huruf c pada Statuta UI, Rektor UI tidak memiliki kualifikasi untuk menjadi Direksi BUMN/BUMD manapun,” katanya.
Sebenarnya jika ada maksud Statuta UI hendak tidak melarang rangkap jabatan Rektor dengan komisaris BUMN/BUMD, ada jalan keluar yang tepat dan elegan, yaitu dengan cara meniadakan Pasal 39 huruf c itu.
“Mungkin para perancang Pasal ini, melakukannya dengan terburu-buru, lalu mengambil jalan pintas dengan cara merubah frasa Pasal 35 huruf c PP 68/2013, atau meniru saja rumusan pasal serupa, yang juga tidak tepat, pada Statuta perguruan tinggi lain,” ungkapnya.
Dampak dari ketidakcermatan dalam menyusun pasal ini, akibatnya UI menjadi bulan-bulanan warganet seluruh tanah air, dengan viralnya aneka ragam anekdot.
Di satu sisi, geger pasal direksi itu seperti menjadi hiburan masyarakat saat pandemi, tetapi sesungguhnya membuat miris bagi seluruh keluarga besar UI.
Citra UI, sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di tanah air, merosot pada posisi yang merisaukan,” jelasnya.
Sudarsono menyayangkan, legal drafting Pasal 39 huruf c ini tidak teliti, sehingga selain berpotensi menimbulkan soal kecacadan materiil PP 75/2021, juga telah berdampak tidak baik bagi citra UI. (wwa)