SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – MPR RI menerima kunjungan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Senin (10/10/2022). Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menyebut pertemuan ini turut mengevaluasi sistem demokrasi Indonesia.
Dia menyatakan MPR bersama Wantimpres bersepakat sistem demokrasi pasca reformasi perlu dikaji.
“Kami sepakat demokrasi pasca reformasi perlu kita kaji. Apa sistem yang kita pilih hari ini lebih banyak manfaat atau mudarat? Kemudian kami juga lihat ada kecenderungan yang perlu kita waspadai apabila sistem demokrasi tetap kita biarkan,” kata pris yang biasa disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 10 Oktober 2022.
Kecenderungan yang dimaksud Bamsoet adalah kasus korupsi yang merajalela di Indonesia. Menurutnya, efektivitas demokrasi dalam memberantas korupsi perlu dievaluasi.
“Karena semangat kita memberantas dan mengurangi korupsi. Apa iya kalau demokrasi hari ini mampu menekan perilaku korupsi yang makin meningkat?” kata dia.
Keluhan Pengusaha
Evaluasi sistem demokrasi ini turut membahas perlunya perubahan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Bamsoet mengatakan banyak pengusaha yang mengeluh dengan sistem Pemilu langsung di daerah.
“Banyak pengusaha yang mengeluh, rata-rata dia harus menyumbang tidak hanya 1 calon, tapi 2-3 calon di daerah yang sama. Kalau di beberapa daerah pada saat yang sama, serentak, ini pusing. Banyak teman-teman Kadin yang mengeluh,” kata dia.
Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto menilai menilai perlunya kajian dan evaluasi terkait demokrasi yang diterapkan saat ini. Salah satunya dalam pilkada, baik untuk bupati, wali kota, hingga gubernur.
Ia kemudian menceritakan perjalanan legislasi Indonesia. Dia menyebut di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, sempat ada inisiatif pemerintah untuk mengembalikan Pilkada kepada DPR dan DPRD kabupaten/kota.
“Saya panitia kerja (panja) Undang-Undangnya. Ini inisiatif DPR bahwa akhirnya, inisiatif pemerintah mengatakan perlunya dikembalikan ke DPR dan DPRD kabupaten/kota untuk gubernur provinsi, kabupaten/kota, bupati/wali kota,” kata Yandri.
Namun, dia mengatakan terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada kembali mempertegas bahwa Pilkada tetap digelar secara langsung, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014.
“Tapi Pak SBY pulang dari luar negeri kan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014, dari Perppu itu lahirlah tetap pemilu langsung, pilkada langsung. Lahirlah Undang Undang Nomor 10 tahun 2016,” ujar Yandri.
“Mempertegas bahwa tidak ada perubahan,” sambungnya.
Menurutnya, pemilihan kepada daerah oleh DPR dan DPRD perlu dikaji kembali. Pasalnya, ada sistem demokrasi saat ini yang membuat biaya politik menjadi tinggi dan berdampak pada lahirnya tindakan korupsi.
“Disertasi Pak Gamawan (Fauzi, mantan menteri Dalam Negeri) tentang perlunya kembali ke sistem pemilihan (oleh) DPRD kabupaten/kota dan provinsi. Jadi menurut kami ini yang perlu dikaji, jangan sampai membuat UUD berdasarkan kepentingan, itu tidak boleh,” ujar Yandri.
Kendati demikian, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan perubahan mekanisme Pilkada masih dalam proses brainstorming. Ia menyebut bakal menyerahkan kepada akademisi untuk mengkaji lebih lanjut.
Sementara itu, Ketua Wantimpres, Wiranto, menyatakan tugasnya hanya memberikan nasihat dan pertimbangan ke Presiden. Ihwal upaya mengembalikan sistem Pilkada seperti dulu, dia menyebut gagasan ini belum dibicarakan dalam forum pertemuan bersama MPR.
“Pemikiran ke arah untuk meng-upgrade, mengembalikan bahkan seperti di masa lalu, saya kira wacana itu belum dibicarakan dalam forum ini. Saya kira begitu,” kata dia. (wwa)