SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pesantren telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia sejak 1700-an, dan terus berkembang hingga kini dengan jumlah mencapai 40.000 pesantren di seluruh Indonesia. Selain sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, pesantren juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan karakter bangsa.
“Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tetapi juga menjadi pilar penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia,” ujar Habib Syarief Muhammad, Anggota Komisi X DPR RI.
Namun, meski perannya sangat besar, dukungan pemerintah terhadap pesantren masih minim. Persoalan seperti minimnya anggaran, kurangnya pengakuan dalam sistem pendidikan nasional, dan lemahnya pengawasan masih menjadi tantangan utama.
Pesantren Vs Sekolah Unggulan: Kenapa Banyak Orang Tua Mulai Beralih?
Dalam 10 tahun terakhir, semakin banyak orang tua yang mulai melirik pesantren, setelah sebelumnya lebih memilih sekolah unggulan atau eksklusif. Banyak dari mereka yang kecewa karena anak-anak mereka mengalami perubahan karakter yang kurang diharapkan, seperti:
❌ Egois dan sulit bersosialisasi
❌ Kurang peduli terhadap lingkungan sekitar
❌ Introvert dan sulit berbaur
❌ Arogan dan merasa paling benar
❌ Cenderung elitis dengan biaya pendidikan yang mahal
“Sekolah unggulan lebih menekankan kecerdasan akademis tetapi kurang memperhatikan pembentukan karakter,” kata Habib Syarief Muhammad.
Sebagai solusi, banyak orang tua kini mulai mempertimbangkan kombinasi antara pendidikan unggulan dan nilai-nilai pesantren, agar anak-anak mereka memiliki prestasi akademik yang tinggi sekaligus karakter yang kuat.
Mengapa Pesantren Bisa Jadi Solusi?
Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan berbasis karakter, yang membentuk santri menjadi pribadi yang mandiri, disiplin, dan memiliki jiwa sosial tinggi. Beberapa keunggulan pesantren dibanding sekolah unggulan antara lain:
✅ Kesederhanaan dan kebersamaan – Tidak ada budaya eksklusivitas atau kesenjangan sosial.
✅ Kemandirian – Santri terbiasa hidup mandiri tanpa fasilitas mewah.
✅ Kedekatan dengan masyarakat – Santri belajar untuk berbaur dan berkontribusi dalam kehidupan sosial.
✅ Disiplin tinggi – Kyai dan ustaz menjadi panutan dalam membimbing santri.
Bahkan, beberapa pesantren besar seperti Lirboyo di Kediri (18.000 santri) dan Tebuireng di Jombang (lebih dari 10.000 santri) tetap mampu beroperasi tanpa biaya mahal, bahkan banyak yang gratis.
“Di pesantren, tidak ada santri yang bangun kesiangan. Kyai saja sudah bangun pukul 03.00 pagi untuk membimbing para santri,” tambah Habib Syarief Muhammad.
Tantangan: Minimnya Dukungan dan Regulasi yang Belum Kuat
Meskipun berperan besar dalam pendidikan, pesantren masih diperlakukan secara diskriminatif dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu masalah utamanya adalah minimnya anggaran dan rendahnya kesejahteraan guru-guru madrasah.
“Banyak guru madrasah di daerah yang hanya mendapatkan gaji Rp 200.000 – Rp 300.000 per bulan. Ini realitas yang masih terjadi,” kata Maman Imanulhaq, Anggota Komisi VIII DPR RI.
Selain itu, dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan agama tidak termasuk dalam tanggung jawab pemerintah daerah, sehingga pesantren tidak mendapat dukungan anggaran dari APBD.
Bahkan, beberapa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) lebih unggul daripada SMA Negeri, dengan 70% alumninya diterima di perguruan tinggi ternama, namun masih sering dianggap sebagai pendidikan kelas dua.
“Pemerintah harus segera memperbaiki sistem anggaran dan kebijakan agar pesantren mendapat perhatian yang layak,” tegas Selly Andriyana Gantina, Anggota Komisi VIII DPR RI.
Isu Kekerasan di Pesantren: Fakta atau Opini yang Dibentuk?
Baru-baru ini, pesantren sering menjadi sorotan terkait kasus kekerasan dan perundungan. Namun, banyak pihak merasa bahwa opini ini sengaja dibentuk untuk menyudutkan pendidikan berbasis agama.
“Survei Litbang Kompas menyebut dari 8 kasus kekerasan di pendidikan, 5 terjadi di pesantren. Tapi apakah data ini benar? Kita harus klarifikasi, karena kekerasan bisa terjadi di mana saja, bukan hanya di pesantren,” ujar Selly.
Pesantren tetap harus melakukan perbaikan sistem pengawasan, terutama dalam perlindungan anak. Namun, stigma negatif yang berlebihan tanpa dasar yang kuat juga harus dilawan.
Solusi: Menguatkan Pesantren di Era Modern
Agar pesantren bisa tetap relevan dan bersaing di era modern, beberapa langkah yang harus diambil adalah:
✅ Regulasi yang lebih tegas dalam pengelolaan dan pengawasan pesantren.
✅ Pengawasan ketat terhadap pendirian pesantren agar tidak ada pesantren fiktif yang hanya mencari keuntungan.
✅ Peningkatan kesejahteraan guru madrasah agar kualitas pendidikan meningkat.
✅ Peningkatan keterlibatan ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah dalam pengelolaan dan pengawasan pesantren.
✅ Integrasi dengan sistem pendidikan nasional, tanpa menghilangkan ciri khas pesantren.
“Pesantren harus tetap menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang, tanpa kekerasan dan diskriminasi,” pungkas Selly.
Kesimpulan: Masa Depan Pesantren Ada di Tangan Kita
Pesantren telah membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Namun, agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman, pesantren membutuhkan regulasi yang lebih kuat, pengawasan ketat, serta dukungan penuh dari pemerintah.
Tanpa keberpihakan negara yang jelas, pesantren akan terus menghadapi berbagai hambatan dalam berkembang dan memberikan pendidikan terbaik bagi generasi muda.
Bagaimana menurutmu? Apakah pesantren sudah mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah?
(Anton)