SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Mantan anggota DPR RI FPAN, Wa Ode Nurhayati menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang yang melarang mantan Napi koruptor nyaleg DPR RI di pemilu 2019 mendatang.
Menurut mantan anggota Komisi V DPR itu, KPU telah membuat aturan ngawur yang tidak sesuai dengan Tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya). Karena itu Wa Ode meggugat ke Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu. “Saya meggugat resmi ke MA, dan pada Selasa hari ini tim kuasa hukum berencana akan memperbaiki gugatan itu,” kata Wa Ode dalam keterangannya, Selasa (31/7/2018).
Perbaikan tersebut kata dia, dikarenanakan adanya informasi dari MA, bahwa masalah undang-undang PKPU yang digugatnya sedang diuji di MK.
“Sesuai aturan, jika UU PKPU itu sedang diuji di MK, maka kami tidak bisa mengajukan judical review. Nah, kita juga tidak akan tinggal diam. Saya dan tim kuasa hukum akan menguji judical review itu ke MK,” ujarnya.
Menurut Wa Ode, KPU adalah lembaga yang mempunyai kewenangan terbatas. Sehingga, KPU tidak bisa melebar kemana-mana dan untuk melakukan tafsir sendiri terhadap PKPU.
“Jadi saya melihat KPU sedang membangun opini ke publik soal pemberantasan korupsi. Tapi, opini tersebut justeru ngawur, karena melarang sesorang atau mengekang hak warga negara termasuk eks napi mencalonkan diri sebagai caleg,” tambahnya.
Artinya lanjut Wa Ode, pihak KPU telah mematikan langkah hak seseorang termasuk untuk nyaleg pada tahun 2019 mendatang. “Nah inilah yang mau kita uji. Untuk itu kewenangan KPU terbatas. Dimana UU tidak membatasi hak seseorang,” jelasnya.
Dengan demikian yang bisa dilakukan oleh KPU kata Wa Ode, adalah petunjuk teknis pencalegan. Namun, dia membantah kalau gugatan tersebut karena dirinya sebagai napi koruptor.
“Kami dengan tim kuasa hukum sedang melakukan analisa lebih mendalam terhadap pelanggaran yang dilakukan komisioner KPU ini. Dan kami akan mengadukan hal ini ke DKKPU,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wa Ode ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pembahasan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) tahun anggaran 2011, pada 11 Desember 2011.
Politisi PAN tersebut diduga menerima aliran dana sebanyak Rp 6 miliar untuk meloloskan alokasi anggaran DPPID untuk tiga kabupaten di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Ketiga kabupaten di NAD itu, yakni Aceh Besar, Pidie, dan Benar Meriah. Total alokasi anggaran untuk proyek DPPID di ketiga kabupaten itu sebanyak Rp 40 miliar. Wa Ode kemudian mengembalikan Rp 4 miliar dari Rp 6,9 miliar yang dia terima.(Bams)